REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang yang zuhud adalah orang yang tidak bergantung pada dunia. Mereka menganggap bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan akhirnya.
Orang yang memiliki hati yang zahid ini juga memiliki kelebihan dalam beramal. Seperti dikatakan Ibnu Athaillah As Sakandari dalam kitabnya yang berjudul Al-Hikam.
ما قل عمل برز من قلب زاهد، ولا كثر عمل برز من قلب راغب Ma qalla amalun baraza min qalbin zaahidin, walaa katsura amalun baraza min qalbin raaghibin.
Artinya, “Amal sedikit dari hati yang zahid tidak bsia dikatakan sedikit. Amal banyak dari hati yang tamak tidak bisa dikatakan banyak.”
Dalam syarahnya di buku berjudul Al-Hikam: Kitab Tasawuf Sepanjang Masa terbitan TuRos, Syekh Abdullah Asy Syarqawi menjelaskan, seorang zahid adalah orang yang tidak tergantung pada dunia.
Menurut dia, walaupun amalnya secara kasat mata tampak sedikit, secara maknawi sebenarnya sangatlah banyak karena terbebas dari cacat dan kekurangan yang membuat amal itu tidak diterima, seperti berniat riya’, berpura-pura di hadapan manusia, mengharap keuntungan duniawi, atau tanpa kehadiran hati di hadapan Tuhan.
Sementara itu, lanjutnya, amal yang bersumber dari hati yang tamak terhadap dunia, walaupun secara kasat mata amal itu terlihat banyak, secara maknawi amal itu dianggap sedikit karena tidak terbebas dari hal-hal yang mengotori dan mengurangi nilainya.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, “Dua rakaat (sholat sunnah) dari seorang zahid yang alim lebih baik daripada ibadah pada ‘abid dan mujtahid sepanjang hidup mereka.”