REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengumumkan akan melanjutkan rencana membuka kembali konsulatnya di Yerusalem, Rabu (13/10). Hal itu disebut sebagai sebuah langkah untuk memulihkan hubungan dengan Palestina.
Konsulat, yang melayani warga Palestina di Yerusalem Timur, Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang terkepung, itu ditutup pada Maret 2019 ketika Presiden AS saat itu Donald Trump mengisyaratkan dukungan untuk klaim Israel atas Yerusalem sebagai ibu kotanya.
"Kami akan bergerak maju dengan proses pembukaan konsulat sebagai bagian dari pendalaman hubungan dengan Palestina," kata Blinken di Departemen Luar Negeri AS, dilansir di Middle East Eye, Kamis (14/10).
Blinken berbicara kepada pers setelah menjadi tuan rumah pertemuan trilateral dengan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah Bin Zayed al-Nahyan. UEA dan Bahrain telah menormalisasi hubungan dengan Israel pada September 2020 selama bulan-bulan terakhir pemerintahan Trump. Tidak lama kemudian, Maroko dan Sudan menyusul langkah kedua negara itu.
Beberapa pejabat Israel di pemerintahan Perdana Menteri Naftali Bennet telah menentang rencana AS melanjutkan rencana membuka konsulatnya di Yerusalem. The Washington Post melaporkan pada Rabu bahwa Menteri Kehakiman Israel Gideon Saar mengatakan tidak mungkin Israel akan sepakat agar AS membuka kembali konsulatnya di Yerusalem.
"Saya berbicara dengan (Bennett) beberapa kali tentang masalah ini. Kami berada di halaman yang sama, dan kami tidak melihat perbedaan. Seseorang mengatakan itu adalah komitmen pemilihan. Tetapi bagi kami, ini adalah komitmen satu generasi. Kami tidak akan berkompromi dalam hal ini," kata Saar.
Pada Mei lalu, Blinken mengumumkan AS berencana membuka kembali konsulat di Yerusalem Timur, mengulangi posisi Presiden AS Joe Biden selama kampanye pemilihannya pada 2020. Biden mengatakan dia akan mempertahankan kedutaan AS di Yerusalem.