Kamis 14 Oct 2021 05:45 WIB

Mualaf Denny, Gemetar dan Pingsan Mendengar Suara Adzan

Mualaf Denny mempunyai pengalaman tersendiri dengan adzan

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Mualaf Denny (kanan) mempunyai pengalaman tersendiri dengan adzan.
Foto:

Memasuki semester keempat, ia memiliki semakin banyak teman. Banyak di antaranya yang Muslimin. Sebagai pemuda yang kritis dan suka berpikir logis, ia sering mengajak beberapa kawannya untuk memperdebatkan iman atau agama. Ada seorang dari mereka yang kemudian mengusulkan, bagaimana kalau Denny sendiri bertemu dengan seorang ustadz.

Sebab, kata kawannya itu, pengetahuan tentang dasar-dasar agama dapat didengarnya melalui dai. Sederhana saja: tanyakanlah sesuatu kepada orang yang memang ahli dalam bidang itu. Maka, Denny pun menuruti anjuran temannya tersebut.

Sang kawan memperkenalkannya dengan ustadz yang dimaksud, sebut saja namanya Rahmat. Denny menangkap kesan, pendakwah ini suka dengan nuansa diskusi yang kritis. Baginya, ini suatu nilai tambah yang menyenangkan.

Denny pun mulai terbuka. Kepada Ustadz Rahmat, ia mengungkapkan, sebenarnya dirinya tidak berposisi menggugat eksistensi Tuhan. Ia meyakini bahwa Tuhan ada. Bahkan, m enurutnya, doa-doa yang dirapalkan pun sesungguhnya berguna untuk menguatkan hubungan vertikal, yakni antara makhluk dan Penciptanya.

Akan tetapi, lanjutnya, hingga saat itu ia merasa ragu untuk meyakini siapaTuhan itu.Agama ini menyatakan itu. Agama lainnya menyebutkan yang berbeda. Sebagai manusia, bagaimana mengetahui mana yang benar atau kebenaran sejati itu?

Ustadz Rahmat tampaknya senang dengan penjabaran itu. Denny lalu dimintanya untuk tidak putus berdoa. 

“Ustadz itu menyarankan saya untuk berdoa kepada Tuhan dengan tidak perlu menyebut nama Tuhan berdasarkan agama. Cukup Tuhan saja. Lalu mintalah kepada Tuhan untuk ditunjukkan, agama mana yang dapat menyelamatkan diri ini di dunia dan akhirat,” katanya mengenang.

Maka setiap hari, terutama menjelang tidur, Denny selalu memanjatkan doa kepada Tuhan. Ia berharap, Yang Mahakuasa dapat memberikannya petunjuk. Dari hari ke hari, perilaku Denny pun mulai menunjukkan sisi religiusitas.  Kedua orang tua Denny memiliki sebuah perusahaan yang cukup sukses.

Baca juga : Malaysia Khawatirkan Penyitaan Aset Petronas di Sudan

Banyak karyawan Muslim yang bekerja di sana. Sebagai sang pemilik, ayah dan ibunya tidak menunjukkan sikap berat sebelah, apalagi mengintimidasi, para pekerja yang berlainan iman. Profesionalisme dan prestasi, itulah yang tetap menjadi tolok ukur, bukan identitas suku, agama atau ras.

Denny sempat bekerja di perusahaan kedua orang tuanya tersebut. Waktu itu, ia sedang dalam proses mengenal Islam lebih dekat. Menurutnya, tidak cukup dengan hanya mengandalkan diskusi bersama Ustadz Rahmat. Perlu pula untuk mengetahui bagaimana orang-orang Islam mengamalkan agama ini.

Maka, Denny sering memperhatikan bagaimana para pegawainya yang Muslim menjalankan kepercayaannya. Misalnya, ketika suara dar i musola berkumandang--yang belakangan diketahuinya sebagai adzan, apakah ada di antara mereka yang meninggalkan pekerjaan, untuk menunaikan ritual.

Bahkan, ketika Ramadhan tiba, Denny bertindak lebih jauh lagi. Dia merasa percaya diri untuk ikut-ikutan berpuasa. Para pegawai mungkin mengira, bos mereka hanya ikut acara-acara khas Ramadhan, semisal buka puasa bareng atau berbagi kepada anak-anak yatim di panti asuhan. Padahal, lelaki berdarah Tionghoa itu pun merasakan apa yang mereka rasakan, yakni menahan lapar dan dahaga sejak pagi hingga petang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement