REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menilai NU harus membangun kembali fungsi yang nyata dalam kehadirannya di tengah masyarakat. Ini dia sampaikan setelah memutuskan maju sebagai calon ketua umum (ketum) PBNU dalam pemilihan di Muktamar ke-34 Desember mendatang.
"Selama ini NU cenderung hanya dimanfaatkan untuk menjadi jaring dukungan di dalam momentum-momentum politik. Memang ada macam-macam inisiatif yang bermanfaat. Tetapi signifikansi kehadiran NU sebagian besar dibutuhkan dalam fungsinya sebagai jaring dukungan politik. Itu yang ada selama ini," ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (8/10).
Karena itu, menurut Kiai Yahya, fungsi yang lebih nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat harus dibangun kembali dengan mengonstruksi organisasi yang terkonsolidasi dan membawa agenda-agenda pelayanan bagi masyarakat luas. Misalnya, pada situasi saat ini di mana masyarakat membutuhkan dorongan untuk bangkit secara ekonomi.
"Nah, di mana peran NU di situ? NU punya jaringan pengurus sampai ke desa, ada ranting di tingkat desa. Kalau ini dimobilisasi dengan manajemen organisasi yang terkonsolidasi ini bisa menjadi kekuatan yang signifikan dengan agenda yang jelas dan nyata. Ini bisa," ujarnya.
Kiai Yahya menolak jika disebut NU harus mandiri. Sebab, dia mengatakan, kata 'mandiri' ini bisa menyesatkan seolah-olah NU tidak butuh orang lain. Menurutnya, NU mustahil tidak membutuhkan orang lain. Kerja sama tetap harus dilakukan dengan siapa pun untuk menawarkan kemaslahatan tetapi dengan cara yang bermartabat.
"Kata kuncinya bukan kemandirian, tetapi kerja sama yang bermartabat. Artinya berbagi tanggung jawab, berbagi tugas. Ini kerja sama yang bermartabat. Karena NU harus membuka diri dalam bekerja sama dengan siapa pun untuk bisa membawakan maslahat bagi masyarakat. Nggak bisa sendirian," kata Kiai Yahya.
Dia juga mengulas soal bagaimana seharusnya hubungan NU dengan pemerintah. Menurutnya, harus ada cara antara NU dengan pemerintah dan kepentingan politik agar ketika terjadi komplikasi politik, NU masih bisa berfungsi sebagai penyangga yang membantu memulihkan keadaan.
"Kalau NU terlibat menjadi pihak politik, bertarung sebagai satu pihak melawan pihak lain, ini bukan cuma NU yang rugi. Negara bangsa juga rugi. Karena tidak ada yang memainkan fungsi penyangga untuk memelihara harmoni dan membantu mengatasi keadaan ketika terjadi komplikasi yang mengarah pada konflik. Jadi harus jaga jarak," ucapnya.