REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK—Pihak berwenang Thailand menangkap Nur Sajat Kamaruzzaman, seorang transgender asal Malaysia, karena berpakaian sebagai seorang wanita saat mengunjungi sebuah masjid. Aksi penangkapan pengusaha kosmetik ini memicu kecaman dari kelompok hak asasi untuk memblokir permintaan ekstradisi untuk mengantisipasi terjadinya penganiayaan.
Nur Sajat diketahui kabur ke Thailand sejak 2018 silam, setelah absen dari proses pengadilan dan ditetapkan sebagai buronan oleh polisi Malaysia dan otoritas Islam atas kasus pemalsuan identitas karena berdandan seperti wanita saat menghadiri sebuah pertemuan di sebuah masjid. Laporan berita mengatakan dia ditangkap di sebuah kondominium Bangkok tetapi dibebaskan dengan jaminan $2.000 (Rp. 28 juta).
Pihak berwenang Malaysia mengatakan telah berupaya membawanya kembali ke negara Malaysia, sementara media lokal melaporkan bahwa paspor Sajat telah dibatalkan dan dicabut.
Sedangkan otoritas imigrasi Thailand tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Nasibnya telah menambah kekhawatiran tentang penganiayaan agama di Malaysia, serta memburuknya iklim komunitas LGBTQ di negara itu.
“Pemerintah Thailand perlu menyadari bahaya besar yang dihadapi Nur Sajat jika dia dikirim kembali ke Malaysia,” kata peneliti senior Thailand Sunai Phasuk di Human Rights Watch kepada VICE World News, seraya menambahkan bahwa dia terdaftar di badan pengungsi PBB dan pihak berwenang “harus tidak membahayakannya.”
“Thailand terikat secara hukum untuk menghormati prinsip hukum internasional non-refoulement, yang melarang mengembalikan siapa pun ke negara di mana mereka mungkin menghadapi penganiayaan atau pelanggaran serius,” tambahnya.
Tapi Thailand tidak secara resmi mengakui pengungsi, dan mereka yang mencari perlindungan di sana biasanya harus menunggu pemukiman kembali oleh PBB di negara ketiga. Penantian itu sangat mengganggu bagi mereka yang takut dikirim kembali ke tempat-tempat di mana mereka menghadapi penganiayaan.
Sajat didakwa pada Januari karena melanggar hukum Syariah dan menghina Islam, dan menghadapi hukuman tiga tahun penjara jika terbukti bersalah berdasarkan hukum Syariah, yang memiliki yurisdiksi luas bagi warga Muslim. Pada siaran langsung ke pengikut Instagram-nya beberapa bulan sebelum penangkapannya, Sajat mengungkapkan bahwa dia telah menjadi sasaran orang-orang transfobia dan menerima ancaman pembunuhan setelah dia mengumumkan niatnya untuk meninggalkan agama.
Akunnya, dengan pengikut hingga puluhan ribu, telah dinonaktifkan setelah kepergiannya dari Malaysia. Agama tetap menjadi salah satu topik paling sensitif di Malaysia, terutama dalam hal Islam, agama resmi negara yang dianut oleh lebih dari 60 persen populasi.
Meskipun konstitusi mengabadikan kebebasan beribadah, meninggalkan Islam merupakan hal tidak pernah terdengar di antara populasi Muslim Melayu di negara itu. Politisi terus-menerus memperingatkan pengikutnya tentang konsekuensi yang mengerikan jika mereka memutuskan untuk meninggalkan iman mereka. Mereka yang mencoba melakukannya sering dianiaya oleh polisi agama, dipenjara atau dikirim ke fasilitas rehabilitasi.
Di sisi lain, mantan menteri urusan Islam meminta publik untuk tidak bereaksi berlebihan atas kasus Sajad, dan meyakinkan dia untuk tidak meninggalkan Islam sebagai gantinya. “Siapa kita untuk menghakiminya? Daripada menghukumnya, kita harus terus membujuknya dengan baik untuk tidak pindah agama. Itu reaksi yang tepat,” kata Mujahid Yusof Rawa.
Sumber:
https://www.vice.com/en/article/v7ea5x/transgender-celebrity-malaysia-thailand