Selasa 14 Sep 2021 05:05 WIB

Kisah Mualaf Amerika Hidup di Negara Muslim

Hidup di negara Muslim membantunya belajar sejarah Islam secara langsung.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Mualaf Amerika Hidup di Negara Muslim. Burung-burung menyambut pagi di kubah Masjid Jami New Delhi, India, 27 Maret 2011
Foto:

Kekurangannya

"Tapi mari kita juga jujur. Negara-negara mayoritas Muslim, karena berbagai alasan, tidak selalu menjadi tempat tinggal yang mewah. Banyak Muslim masih hidup dalam kemiskinan dan tunduk pada korupsi, salah urus, dan disorganisasi," katanya.

"Di beberapa negara, bahkan tugas dasar sehari-hari seperti menggunakan transportasi umum atau menemukan restoran yang bagus bisa menjadi tugas yang berat," tambahnya.

Sebagai mualaf kulit putih, Brian mengaku selalu terlihat seperti seorang mualaf baru. Ia diperlakukan sebagai orang yang "hampir" Muslim. "Ini selalu terjadi dengan saya ketika saya terlibat dalam percakapan dengan orang asing. Segera setelah saya menyebutkan bahwa saya masuk Islam, saya diberikan sebuah pertanyaan untuk melihat apakah saya “benar-benar” seorang Muslim," katanya.

"Ada berapa rakaat sholat ashar? Bacakan beberapa ayat Alquran untukku. Jika Anda memiliki dua rumah, berapa zakat yang harus Anda keluarkan?" ujarnya tentang pertanyaan yang dilontarkan orang-orang.

Namun, pada saat yang sama, Brian mengatakan perlakuan ini bisa sangat membantu. Terkadang ia menjadi orang yang lebih banyak diperhatikan terutama saat belajar.

"Ini agak aneh, terutama ketika Anda melihat orang lain yang jauh lebih layak, malah diabaikan. Guru akan bekerja ekstra untuk memberi saya tempat di depan kelompok, meskipun saya jelas bukan siswa terbaik atau paling pantas," ujarnya.

Baca juga : Iwan Fals Tantang Sandiaga Jadi Presiden Lewat Cuitannya

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement