Namun, Alison Davidian, perwakilan untuk UN Women di Afghanistan memperingatkan Taliban telah mengabaikan janji mereka menghormati hak-hak perempuan Afghanistan. Di bandara, yang kembali beraksi setelah penarikan AS yang tergesa-gesa membuatnya tidak dapat digunakan, Rabia mengatakan dia akan terus bekerja kecuali dia dipaksa berhenti.
Di bawah aturan baru, perempuan dapat bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang telah ditetapkan oleh Taliban. Tetapi hanya sedikit perincian yang diberikan mengenai apa sebenarnya artinya itu.
“Mimpi saya adalah menjadi gadis terkaya di Afghanistan, dan saya merasa saya selalu yang paling beruntung,” kata Rabia, yang telah bekerja sejak 2010 di terminal GAAC, sebuah perusahaan yang berbasis di UEA yang menyediakan penanganan darat dan keamanan.
"Saya akan melakukan apa yang saya sukai sampai saya tidak beruntung lagi," tambahnya.
Rekan Rabia, yang menyebut namanya sebagai Zala, memimpikan sesuatu yang sama sekali berbeda. Wanita berusia 30 tahun itu belajar bahasa Prancis di Kabul sebelum dia dipaksa berhenti dan tinggal di rumah selama tiga minggu setelah pengambilalihan.
"Selamat pagi, bawa saya ke Paris," guyonnya dalam bahasa Prancis yang patah-patah, saat kelima rekannya tertawa terbahak-bahak.
"Tapi tidak sekarang. Hari ini saya adalah salah satu wanita terakhir di bandara," tambahnya.