REPUBLIKA.CO.ID, — Di antara tingkatan sabar tidak hanya terbatas pada sabar terhadap musibah, tetapi juga sabar dalam ketaatan dan menjauhi maksiat.
Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, dalam kitab Madarij As Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in menjelaskan, ada dua alasan seorang Muslim untuk bersabar terhadap kemaksiatan yakni pertama, takut akan ancaman hukuman ketika bermaksiat. Karena dengan rasa takut berarti akan menambah keimanan yang kuat di hatinya. Dalam hadits disebutkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ
Dari Abu Hurairah RA berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang pezina saat berzina dsebut sebagai mukmin, dan tidaklah seorang pencuri saatmencuri dusebut mukmin, dan tidaklah seorang yang menimum khamar saat meminumnya disebut mukmin. Sedangkan pintu taubat akan selalu terbuka."
Kedua, adanya rasa malu. Karena ada rasa malu dari Allah SWT berarti menunjukkan ketaatan dan kehadiran hati bersamanya. Dan karena di dalamnya ada pemuliaan dan penghormatan baginya yang tidak ditakuti.
Rasa malu juga akan membangkitkan kekuatan mawas diri, dan menyaksikan keagagunan nama dan sifat Allah. Namun, yang lebih baik dari alasan itu semua adalah hendaknya pendorong menjauhi maksiat adalah alasan cinta. Sebab kecintaan kepada Allah SWT, maka seseorang meninggalkan maksiat.