Selasa 07 Sep 2021 08:22 WIB

Muslim dan Budaya Jam Karet: Bagaimana dengan Indonesia?

Budaya jam karet dalam masyarakat Muslim

Jam di Masjidil Haram terlihat dari kejauhan. Bahkan jam ini masih terlihat beget jelas dari jarak 7 KM, misalnya dari kawasan Mina.
Foto:

Di restoran hotel pun sama. Suatu hari saya harus berangkat pagi-pagi sekali ke Alexandria, sehingga langsung sarapan usai shalat Subuh. Ternyata di restoran sudah ada serombongan besar turis Jepang yang sibuk membuka-buka tempat makanan, mencari sendok-garpu, dan sebagainya. Sementara pelayan yang datang baru satu orang. Sebagian lampu restoran pun belum dinyalakan. 

Saat orang-orang selesai sarapan, chef yang bertugas membuat omelet baru muncul. Bersiap dengan wajan-wajan kecilnya, dan wajah semringahnya mengucapkan, "Sabah al khair –good morning." 

Saya lihat orang-orang Jepang itu melongo melihat chef yang santuy dan tidak merasa bersalah meski sudah ditunggui dan ngaret sekian lama. Saya pun ikut takjub!

Bahkan untuk urusan sepenting datang on time ke bandara, kalau tidak mau ketinggalan pesawat pun bisa diabaikan. Petugas bandara sepertinya sudah paham betul kebiasaan ini. 

Akibatnya, dalam antrean yang mengular mereka berteriak-teriak mencari penumpang yang pesawatnya segera boarding. Mereka diminta "menyelak" ke depan antrean untuk segera memindai barang-barang bawaannya di mesin x-ray.

Terbayang, kan, antrean menjadi stuck, karena yang ngaret ini jumlahnya tidak sedikit. Belum lagi bawaan mereka yang rata-rata sangat banyak. Saya belum pernah melihat bandara sesemrawut ini. 

Di Aswan airport, pengumuman boarding baru terdengar setelah penumpang berada di dalam bus yang membawa ke pesawat. Jangan-jangan, petugas yang harus memberi pengumuman pun ngaret!

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement