Ahad 05 Sep 2021 06:22 WIB

Kemenag Dorong Digitalisasi Usaha di Pesantren

Digitalisasi usaha dinilai mampu memperkuat kemandirian pesantren.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Santri memberi pakan ikan lele di Pondok Pesantren Miftahul Hidayah Sayuran, Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (30/9/2020). Budidaya lele Bioflok tersebut untuk memenuhi kebutuhan protein para santri dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi di lingkungan pesantren dalam rangka mengantisipasi dampak COVID-19.
Foto: CANDRA YANUARSYAH/ANTARA
Santri memberi pakan ikan lele di Pondok Pesantren Miftahul Hidayah Sayuran, Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (30/9/2020). Budidaya lele Bioflok tersebut untuk memenuhi kebutuhan protein para santri dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi di lingkungan pesantren dalam rangka mengantisipasi dampak COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya menguatkan kemandirian pesantren. Salah satu caranya, mendorong lembaga pendidikan ini untuk mempercepat proses digitalisasi usaha. 

"Revolusi digital telah mendorong disrupsi, ditambah momentum pandemi Covid-19 mempercepat transisi kehidupan masyarakat menjadi serba digital. Karena itu Pesantren harus tanggap menjawab tantangan tersebut dengan meningkatkan keterampilan digital," ujar Tim Ahli Kemenag untuk Program Kemandirian Pesantren, Dr Karunia Dianta Sebayang, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Ahad (5/9).

Baca Juga

Hal ini ia sampaikan kepada peserta Peningkatan Kapasitas UMKM Pesantren Berbasis Digital di Bogor. Giat ini digelar Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag.

Menurut Dianta, kunci pertama agar berhasil dalam membangun usaha adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang cakap dan responsif terhadap setiap perubahan. SDM yang demikian dinilai mampu membaca setiap peluang dan tantangan yang dihadapi dengan langkah yang tepat.

Ia mengungkapkan, 'Future of jobs Survey 2020' yang dirilis The World Economic Forum terkait strategi adaptasi bisnis yang dilakukan para pelaku usaha dalam menanggapi situasi pandemi covid-19, menunjukkan sebesar 84 persen pelaku usaha melakukan upaya percepatan digitalisasi bisnis sebagai respon atas situasi pandemi.

Artinya, 84 persen pelaku usaha juga merencanakan peningkatan keterampilan dan melatih kembali Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Ia pun menggambarkan besarnya pangsa pasar digital yang terbuka untuk diakses, serta trennya yang terus meningkat. Saat ini, di Indonesia ada sekitar 202,6 juta masyarakat pengguna internet atau 73,7 persen dari total populasi.

Di antara itu, 170 juta orang atau 61,8 persen dari total populasi merupakan pengguna aktif media sosial. Sementara, 138,1 juta orang tercatat pernah atau terbiasa membeli barang konsumsi melalui internet.

"Inilah peluang sekaligus tantangan yang kita hadapi. Dengan penguasaan teknologi digital, itu berarti pintu besar menuju pasar yang sangat luas sudah separuh terbuka," ujar Dianta.

Dari segi transaksi usaha e-commerce yang didasarkan menurut wilayah pengiriman barang, tercatat mayoritas penjualan e-commerce terjadi di dalam satu pulau yang sama. Transaksi yang dilakukan antarpulau tidak begitu signifikan.

Konsumen lebih memilih membeli barang yang dikirim dari lokasi terdekat dengan pertimbangan efektifitas waktu dan biaya pengiriman. Fakta ini dinilai memberi sinyal tersendiri bagi pesantren, di mana pesantren memiliki ekosistem khas yang telah terbangun. Masyarakat sekitar yang biasanya terikat dengan pesantren, jaringan alumni yang tersebar, bahkan santri dan wali santri, merupakan pasar yang sangat mungkin dijangkau.

Namun demikian, mengembangkan sumber daya manusia dan transformasi digital saja belum cukup untuk membangun pesantren yang mandiri. Perlu juga didukung oleh manajemen pesantren yang tepat. Bagaimana bisa menyelaraskan pengelolaan bisnis berorientasi keuntungan namun secara langsung tidak menghilangkan karakter pesantren berorientasi sosial.

"Hal ini Selaras dengan visi Menteri Agama yang tertuang dalam Program Kemandirian Pesantren yakni terwujudnya pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan optimal," lanjutnya.

Hal senada disampaikan Kepala Subdirektorat Pendidikan Pondok Pesantren, Basnang Said. Menurutnya, sudah tidak diragukan lagi jika santri yang belajar di pondok pesantren terbiasa dengan sikap hidup yang mandiri, ulet, dan berdisiplin.

Sikap tersebut merupakan sebagian di antara karakter yang dibutuhkan bagi seorang wiraswasta. Kemandirian pesantren juga harus dimulai dari perubahan pola pikir dan penanaman nilai-nilai wirausaha di dalamnya. 

"Santri juga dikenal dengan karakter tangguh, tahan banting, dan sabar. Ini adalah soft skill yang dimiliki kalangan santri, tinggal kita menyiapkan hard skill-nya. Apa itu? Sarana dan kecakapan pengelolaan bisnis yang baik yang bisa diperoleh melalui pelatihan-pelatihan yang intensif," ujar dia.

Ia pun berharap pesantren yang menjadi pelopor program kemandirian pesantren mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Pada gilirannya, mereka akan menjadi mentor bagi pesantren lain untuk melakukan hal yang sama dalam membangun kemandirian ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement