REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Sukidi menegaskan pentingnya pembaruan Islam untuk menjawab berbagai problem antikebinekaan yang masih marak terjadi di Tanah Air.
"Pembaruan Islam ini untuk menyasar masalah antikeberagaman dan intoleransi di Indonesia," kata Sukidi melalui keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Jumat (27/8).
Hal tersebut disampaikan Sukidi karena melihat aksi intoleransi dan persekusi telah menodai spirit kebangsaan. Hal itu ditandai dengan kerap terjadinya ujaran kebencian lantaran berbeda pilihan politik, latar belakang ras dan suku, dan mazhab pemikiran.
Doktor Kajian Islam dari Universitas Harvard Amerika Serikat itu menilai pembaruan Islam berbeda dengan situasi zaman sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Prof Nurcholish Madjid atau yang dikenal Cak Nur dan para pembaharu Islam di masa lampau. Pada saat itu, lebih fokus pada kemandekan dan kejumudan berpikir umat sehingga membuat umat kehilangan "psychological striking force" dalam perjuangan mereka.
Kebinekaan merupakan fondasi penting yang dimiliki bangsa Indonesia dan menjadi akar kuat di negeri ini. Akan tetapi, masalahnya, banyak masyarakat menerima kebinekaan sebagai sesuatu yang terberi begitu saja tanpa meneladani dengan sepenuh hati.
"Sebagian kita masih mempersoalkan mayoritas dan minoritas. Padahal, dalam negeri yang bineka, apalagi dengan landasan Pancasila sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, seharusnya tensi antara mayoritas dan minoritas tak boleh mendapat tempat lagi," kata dia.
Menurut dia, kebinekaan tidak bisa hanya diterima sebagai fakta sosial, sebab itu saja tidak cukup. Jauh dari itu, kebinekaan menuntut keterlibatan aktif warga negara dalam masalah-masalah keumatan dan keindonesiaan.
Sebagai contoh di masa pandemi seperti sekarang ini, setiap warga harus menunjukkan keterlibatan aktif menyetop penyebaran virus. Sebab, jika tidak terlibat sama sekali sama artinya dengan mengkhianati kebinekaan, mengingkari para pendiri bangsa.
Lebih jauh, ia mengatakan kebinekaan harus memenuhi tiga hal penting, yakni keterlibatan, pengakuan terhadap yang lain, dan hidup bersama dengan sikap saling menghargai. Terakhir, Sukidi menegaskan pembaruan Islam harus dilakukan untuk menegakkan kebinekaan di Indonesia.
Sebab, inilah warisan paling penting yang harus dirawat dengan baik. "Kebebasan berkeyakinan memiliki dua syarat utama, yakni tidak melanggar hak orang lain, dan tidak melanggar tatanan publik," ujarnya.