Selasa 10 Aug 2021 05:55 WIB

Mualaf Aziz, Akhir Perjalanan 3 Tahun Sembunyikan Islam

Mualaf Muhammad Abdul Aziz menyembunyikan keislamannya selama tiga tahun

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Mualaf Muhammad Abdul Aziz menyembunyikan keislamannya selama tiga tahun. Mualaf Aziz
Foto:

Sampai di sini, Aziz teringat pesan Ustaz Nuke: perlakukanlah kedua orang tua dengan penuh cinta, hormat, dan sopan santun. Sebab, itulah yang diajarkan Islam. Jangan sampai perbedaan iman menjadi penyebab kedurhakaan seorang anak terhadap ayah dan ibu. 

Maka, Aziz terus menunjukkan baktinya kepada mereka. Harapannya, Allah membukakan pintu hidayah bagi kedua orang tuanya. Atau, setidaknya, suasana harmonis dapat kembali hidup di dalam rumah. 

“Di keluarga, saya adalah anak paling muda. Sikap saya, ingin tetap takzim, menghormati mereka. Dengan begitu, harapannya, mereka menyadari bahwa akhlak seorang Muslim adalah (anak) tetap menghormati orang tua,” ucapnya.

Tibalah masanya Aziz lulus SMA. Dengan komitmen ingin hidup mandiri, yakni tidak terus-menerus membebani orang tua, ia memutuskan untuk menikah. Waktu itu, dirinya sudah memperoleh pekerjaan tetap walau dengan gaji tidak begitu banyak.

Ia pun melamar seorang perempuan Muslimah. Setelah lamaran, Aziz kemudian berbicara bahwa dia akan menikah. Tentu kedua orang tuanya terkejut. Sebab, semua itu seperti tanpa persiapan. Waktu akad hanya selang dua hari sejak lamaran.

Usai menikah, Aziz dan istrinya menyewa sebuah rumah. Pasangan ini beberapa tahun kemudian dikaruniai seorang anak. Meski dengan keterbatasan ekonomi, keluarga kecil ini tak patah semangat. Istri Aziz pun kerap menyemangatinya agar selalu memiliki waktu untuk terus belajar agama.

Pada 2000, Aziz mendaftar kuliah pada jurusan tarbiyah di sebuah kampus. Sembari itu, ia tetap meneruskan usahanya sendiri.Allah berkehendak, lambat laun usahanya itu membuahkan hasil. Keadaan ekonominya meningkat. Enam tahun kemudian, ia bisa membangun rumah sendiri.

Aziz kini memiliki lima orang anak. Sementara itu, usahanya kian maju walaupun sem pat terimbas pandemi akhir-akhir ini.Bis nisnya tidak menjadi alasan untuk berpaling dari dunia dakwah.

Pada 2014 lalu, ia membentuk komunitas Tionghoa Muslim Indonesia (TMI). Organisasi itu bertujuan mempererat silaturahim dan menyebarluaskan dakwah Islam, khu susnya di kalangan keturunan Tiongha. Si fatnya terbuka, baik untuk Muslimin, mualaf, atau siapa pun yang tertarik mengenal agama Islam.

Hingga saat ini, TMI terus berkembang. Di Semarang, Jawa Tengah, komunitas tersebut berhasil mendirikan sebuah sekolah mualaf. Pelbagai kajian keislaman digelar rutin di sana, dengan mengundang sejumlah mubaligh.

 

Ia dan keluarga berniat pula untuk membangun sebuah pondok pesantren khusus penghafal Alquran di Ibu Kota. Rencananya, para santri itu tak hanya dibekali pendidikan agama dan umum, tetapi juga keterampilan berkuda. “Masih proses. Nantinya santri, selain belajar agama, juga akan diberikan homeschooling dan fasilitas maksimal lainnya,” tutur Aziz.     

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement