Selasa 20 Jul 2021 17:58 WIB

Muhammadiyah dan Jepang dalam Lintasan Sejarah

Hubungan Muhammadiyah dengan Jepang jauh lebih kompleks dan telah berlangsung lama.

Muhammadiyah dan Jepang dalam Lintasan Sejarah. Haedar Nashir saat menjadi wartawan Suara Muhammadiyah mewawancarai Prof Mitsuo Nakamura.
Foto:

Kover depan adalah halaman pertama yang dilihat pembaca, dan penempatan dua tokoh JIC di kover Suara Muhammadiyah—yang biasanya diisi oleh wajah tokoh Muhammadiyah atau tokoh nasional—adalah sebuah penegasan dan wujud tentang betapa dekatnya hubungan antara Muhammadiyah dan JIC. Mereka datang ke Indonesia karena diundang oleh Menteri Agama H. Alamsyah Ratu Prawiranegara.

Selain Jakarta, mereka juga mengunjungi Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Barat guna meninjau fasilitas dan aktivitas keagamaan dan publik yang dikelola oleh umat Islam di Indonesia. Di Yogyakarta, tujuan kunjungan mereka adalah kantor PP Muhammadiyah dan RS PKU Muhammadiyah. Para tokoh Muhammadiyah, seperti HAR Fakhruddin, Prof. Kasman Singodimedjo, Djarnawi Hadikusuma, dan HS Prodjokusumo menyambut mereka.

Dalam pidato sambutannya, Ketua Umum PP Muhammadiyah HAR Fakhruddin menyebut bahwa Islam, iman dan persaudaraan adalah landasan pertemuan kedua belah pihak. Pak AR mendoakan ketabahan bagi umat Islam Jepang, yang jumlahnya minoritas, dalam menjalankan ibadah. Di sisi lain, perwakilan JIC sangat berharap agar kunjungannya ke Indonesia dapat memberi mereka pengetahuan lain tentang bagaimana mendakwahkan Islam, yang nantinya akan mereka gunakan untuk syiar Islam di Jepang.

Di akhir pertemuan, Pak AR menyerahkan kenang-kenangan berupa kalender Muhammadiyah tahun 1980 dan brosur berjudul A Short Introduction to Muhammadiyah. Tak hanya itu, satu bundel Suara Muhammadiyah tahun 1979, majalah Suara Muhammadiyah edisi terbaru di tahun 1980 dan sejumlah brosur yang berkaitan dengan Muhammadiyah diserahkan sebagai tanda mata oleh Pemred Suara Muhammadiyah, HA Basuni, kepada dua tamu dari Jepang itu. Dengan demikian, tak cuma Muhammadiyah yang hadir di dalam ingatan kaum Muslim Jepang, tetapi juga majalah Suara Muhammadiyah.

Pendidikan tinggi adalah bidang lain yang memperlihatkan adanya kerja sama antara Muhammadiyah dan Jepang. Orientasi perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) ke kancah global, yang kini didengungkan di berbagai PTM, sebenarnya bukanlah hal yang baru.

Bahkan, bila dilacak akarnya, orientasi semacam itu sudah berusia lebih dari empat dekade. Pada tahun 1977, umpamanya, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), sudah mulai bekerja sama dengan Sagami Institute of Technology, Jepang. Kerja sama ini disepakati oleh Ismail Sunny (Rektor UMJ) dan Megumi Takeda (Rektor Sagami Institute of Technology). Bentuk kerja sama yang disepakati kedua belah pihak antara lain adalah pertukaran dosen, pertukaran mahasiswa, pemberian beasiswa, dan saling membantu dalam bidang penelitian dan karya ilmiah.

Sumber: Majalah SM Edisi 23 Tahun 2019

 

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement