Dia menjelaskan, dari persepektif lembaga amil zakat juga begitu terbatas, karena ruang lingkupnya secara legal dibatasi. Dalam banyak kasus, misalnya ekspansi komunikasi lembaga-lambaga amil zakat di daerah pun berbenturan dengan posisi 'regulator' Baznas.
Menurut dia ini memberikan kesan adanya upaya untuk rebutan pasar zakat di wilayah tersebut. Dia mengatakan, hal ini pasti akan menghasilkan persepsi negatif dalam proses komunikasi di publik.
Di samping itu menurut Bambang, komunikasi politik pemerintah dengan isu islam yang beredar di masyarakat cenderung bertolak belakang. Dia mengungkapkan, ada kesan pengelolaan sumber daya umat islam ingin dikelola negara, akan tetapi apresiasi dari fasilitas bagi gerakan dakwah islam relatif terbatas oleh isu teroris, rivalitas terhadap rezim dan lainnya.
Adapun dalam hasil survei Lazismu sebagian besar responden berdonasi atau berzakat sebesar 61,5 persen menyalurkan zakat fitrah ke masjid atau mushala, 22,8 persen langsung ke mustahik, dan 27,5 persen ke lembaga zakat. Sementara menurut Bambang, dia perlu melihat lebih dalam lagi terkait hasil survei dari Lazismu.
"Saya belum baca risetnya, agak sulit bagi saya untuk memberikan respon pragmatis terhadap hasil riset, karena saya perlu review instrumen survei, sama varian sebaran responden, basisnya publik atau lembaga keagamaan karena itu sangat mempengaruhi," ucap Bambang.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
