Kamis 01 Jul 2021 14:16 WIB

Nasib Minim Prestasi Negara dan Pemain Sepakbola Muslim?

Mengapa Negara Muslim Tak Bisa Juara Piala Dunia Sepakbola?

Mohammad Salah melakukan selebrasi cujus Syukur kala mencetak gol.
Foto: google.com
Mohammad Salah melakukan selebrasi cujus Syukur kala mencetak gol.

Lalu siapa pesekbola Muslim Asia yang paling moncer? Jawabnya ternyata pada sosok Fandi Ahmad. Pemain asal Singapura keturunan Pacitan punya masa lalu yang fenomenal. Sebelum memperkuat Niac Mitra di era 1980-an, Fandi Ahmad punya pretasi gemilang kala memperkuat Liga FC Groninggen di Belanda. Pada piala UEFA dia banyak mencetak gol, salah satunya saat melawan Inter Milan.

Atas prestasi Fandi belum ada satu pun pemain sepakbola Muslim Asia melewati. Bahkan Ali Dei sekalipun, karena dia kala itu tak bermain pada klub liga Jerman paling utama. Tak hanya itu Ali Dei jarang dimainkan.

 

Fandi Ahmad scores vs Inter Milan for Groningen - 1983/84 UEFA Cup Round 2  Leg 1 - YouTube

Keterangan foto: Kala Fandi Ahmad bersama FC Groninggen melawan Inter Milan dalam putaran final Piala UEFA.

                              *****

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Tampaknya masih terlalu jauh. Sosok yang kini main di Eropa juga tak kunjung mengkilat. Kebanyakan kalau pun ada masih di klub yang periferial di liga Eropa. Kalau pun ada, kebanyakan masih berstatus sebagai pemain cadangan, bukan pemain utama. Mereka bermain paling banter hanya 20 menit saja. Dan ketika bermain di timnas, prestasinya juga jeblok.

Mungkinkah negara dan pemain Indonesia bisa memecahkan rekor itu? Jawabnya, mungkin saja. Meski harus diakui sangat jauh. Ini terlihat dari generasi masa kini pemain Indonesia yang tampaknya kurang ngotot seperti calon pemain sepakbola top dunia lainnya. Mereka yang bermain di luar negeri, belum apa-apa dan masih jadi pemain cadangan serta bermain selintas saja di klub kecil Eropa 'lagaknya' kayak pemain top dan terkesan seolah hidup kayak pesohor atau artis dengan jadi bintang iklan dan sibuk bermain media sosial. Dan ini jelas menggelikan.

Padahal soal semangat itu penting. Contoh ini pernah dipraktikkan bintang seakbola Kamerun, Samuel Eto'o. Pada umur 12 tahun dia pergi ke Real Madrid atas undangan pencari bakat klubu elite Spanyol itu ketika melihatnya dalam sebuah pertandingan di Casablanca. Pemanggilan itu dengan syarat, Eto'o harus pergi seorang diri.

Tentu bagi Eto'o sangat bermasalah dan menjadikan tantangan besar apalagi kala itu usianya masih sangat kecil. Dia pun tak bisa sama sekali  bahasa Spanyol.

Namun karena tekadnya besar, dia nekad pergi seorang diri ke Madrid. Dia naik kapal terbang. Tapi kemudian ada masalah terkait kendala bahasa Spanyolnya itu. Eto'o saat sampai bandara Madrid dia tak berani memesan kendaraan atau taksi untuk pergi ke klub tersebut.

Dan menyadari akan hal itu, karena besarnya tekad, Eto'o akhirnya memutuskan diri untuk berjalan kaki dari bandara Mardrid ke klub itu. Dia berpikir sebagai anak Kamerun, di Afrika soal jalan kaki adalah hal biasa.

Akhirnya benar saja, Eto'o sampai di kantor klub dengan berjalan kaki. Pihak pengurus klub pun terkesima. Dan tekad ini kemudian diwujudan dalam pretasi di latihannya. Sayangnya, Eto'o kemudian malah ditolak bermain di klub itu karena dianggap  kurang ganteng. Ini akibat menajamen baru Real Madrid pada saat itu membuat kriteria baru bagi klubnya: Pemarin Real Madrid haruslah diisi para pemain top dan berwajah ganteng. Eto'o pun terlempar dari Reald Madrid karena tak rupawan. Dia malah kemudian dijual ke klub FC Barcelona.

Nah, di Barcelona Eto'o kemudian menunjukan kelasnya. Dia jadikan klub barunya itu sebagai jawara di Liga Spanyol menyingkirkan Real Madrid. Setelah itu banyak gelar dia dapatkan, baik untuk klub dan atas nama tim sepakbola negaranya.

Apakah semangat Eto'o muncul pada pemain Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim itu? Jawabnya, entahlah alias wallahu'alam bissawab!

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement