REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) telah genap berusia setengah abad. Rektor Institut PTIQ Jakarta, Prof KH Nasaruddin Umar di momen Milad PTIQ ke-50 tahun ini mengungkapkan prestasi alumni PTIQ di tingkat nasional dan internasional.
Prof Nasaruddin menyampaikan, banyak alumni PTIQ tersebar dan menguasai berbagai sektor di tingkat nasional maupun internasional. Mereka menguasai mihrab, artinya hampir semua masjid raya di Indonesia ini dipimpin alumni PTIQ
"Sampai kita ekspor imam ke Amerika Serikat, Qatar, Timur Tengah, Eropa, Asia Tenggara, Brunei Darussalam, alumni-alumni kita (PTIQ) itu sudah ke mancanegara sekarang," kata Prof Nasaruddin kepada Republika.co.id, Selasa (1/6).
Dia mengatakan, menguasai mimbar, artinya khatib-khatib profesional itu ternyata banyak alumni PTIQ. Selanjutnya, menguasai menara, artinya hampir semua muazin di banyak menara masjid adalah alumni PTIQ. Sebab PTIQ banyak melahirkan qari internasional, mereka orang-orang pilihan yang suaranya baik.
Menguasai musabaqah tilawatil Quran (MTQ) nasional dan internasional. Artinya dewan hakim, panitera, dan peserta MTQ sebagian dari PTIQ. Jadi banyak mahasiswa PTIQ diminta berbagai provinsi untuk mewakili provinsi masing-masing di ajang MTQ.
"Kemudian (menguasai) majelis taklim. Majelis Taklim membutuhkan yang bacaan dan hafalan Alqurannya bagus, kita memang (fokusnya) penghafal Alquran dan seni baca Alquran," ujar Imam Besar Masjid Istiqlal ini.
Prof Nasaruddin mengatakan, menguasai maqabir, artinya kalau ada urusan seperti pemakaman, takziah, khataman Alquran kalau ada orang meninggal, alumni PTIQ dapat dengan mudah menyelesaikannya.
Dia menambahkan, alumni PTIQ juga langganan menjadi imam di institusi kepolisian dan TNI, baik di angkatan laut maupun udara. "Kita (alumni PTIQ) diberi kesempatan untuk menjadi tentara dan polisi, yang hafal Alquran diprioritaskan dari PTIQ," jelasnya.
Dalam rangkaian Milad ke-50 PTIQ digelar International Seminar On Quranic Studies pada 1-2 Juni 2021. Seluruh ulama tafsir berkumpul dalam seminar tersebut, ada dari Amerika Serikat, Suriah, Mesir, Asia Tenggara dan lain-lain. Ada sekitar 1.000 peserta seminar.
Selanjutnya masih dalam rangkaian Milad ke-50 PTIQ, akan meluncurkan wisuda sarjana dan dies natalis pada 12 Juni di Jakarta Convention Center (JCC), sekaligus meluncurkan program Universitas PTIQ.
"Memang izinnya belum, tapi launching untuk mewacanakan Universitas PTQI, sekarang sedang berlangsung proses persiapannya, dalam proses pembuatan atau pengusulan izin," kata Prof Nasaruddin.
Dia mengatakan, PTIQ juga akan meluncurkan lima buku prestasi yang diperoleh para alumni, buku sejarah berdirinya PTIQ, buku 50 tahun sejarah pimpinan PTIQ dilengkapi biografi pimpinannya. Selanjutnya meluncurkan buku membaca ulang Alquran, di sini PTIQ menawarkan metode baru kajian Alquran.
"Kita juga akan menyumbangkan satu karya untuk Indonesia, yakni mengaktualisasikan nilai-nilai Qurani dalam masyarakat Indonesia, supaya masyarakat Indonesia bisa menjadi warga Muslim yang moderat, tidak liberal, tidak radikal, tapi itu Islam moderat itu yang kita akan tawarkan, bukunya nanti akan launching pada hari wisuda itu," jelasnya.
Di bidang infrastruktur, Prof Nasaruddin menyampaikan, PTIQ juga sudah meresmikan beberapa bangunan, yang tadinya bangunan berlantai satu dijadikan empat lantai. Semua tanah kosong dibangun bangunan berlantai empat, supaya bisa menampung sebanyak-banyaknya mahasiswa.
"Karena mahasiswanya dari seluruh Indonesia dan luar negeri juga, ada dari Afrika, Turki, Asia Tenggara dan dari mana-mana," ujarnya.
Dia menambahkan, PTIQ juga kerjasama dengan Masjid Istiqlal untuk membuka pendidikan kader ulama perempuan. Jadi pendidikan ulama perempuan ini satu-satunya di dunia. Sebab ulama bukan hanya untuk laki-laki, melainkan juga untuk perempuan.
"Kurikulumnya memihak kepada perempuan, ternyata diminati juga oleh Amerika, Korea, Afrika serta Afganistan. Kita mendapatkan banyak peminat. Itu dipusatkan di Istiqlal tapi kerjasama pengelolaannya dengan PTIQ," kata Prof Nasaruddin.
Dia menyampaikan, rencananya peserta pendidikan kader ulama perempuan akan dikirim ke luar negeri. Misalnya satu semester belajar di Amerika atau di Timur Tengah. Supaya mereka menguasai bahasa Inggris dan Arab. "Hari ini ulama modern harus menguasai dua bahasa," jelasnya.