“Pecahnya 'negara sipil' menjadi saling tidak percaya, hukuman mati tanpa pengadilan, dan kekacauan harus menjadi tanda yang jelas bagi Israel bahwa sistem diskriminatif yang didasarkan pada ideologi supremasi tidak akan berlaku selamanya dan harus diperbaiki jika hari perhitungan ingin dihindari," kata Prof Sari Nusseibeh, mantan presiden Universitas Al-Quds.
“Sementara itu roket dari Gaza betapa pun lemahnya dibanding kekuatan nuklir dan militer Israel, harus memperingatkan Israel bahwa perjuangan nasional Palestina tidak akan hilang, dan akan terus menjadi ancaman mematikan bagi kehidupan Israel, dan tantangan politik bagi Israel, citra di dunia,” kata Prof Sari Nusseibeh.
"Israel berkewajiban melihat ke cermin dan menerima kenyataan sampai keadilan terwujud, perdamaian tidak akan pernah tercapai," jelas Prof Sari Nusseibeh.
Dan Shanit, pensiunan dokter Israel dan mantan kepala program medis di Peres Center for Peace, mengatakan kepada Arab News dia kecewa dengan politikus korup. "Tanggung jawab terletak pada keinginan koruptor mempertahankan kekuasaan dengan segala cara, sementara yang lain mengeksploitasi sentimen agama dan nasionalis untuk mendapatkan dukungan dari jalanan setelah pemilu yang gagal. Massa tampaknya berada di atas angin sementara darah sipil tumpah,” katanya.
Organisasi Mossawa yang berbasis di Haifa meminta komunitas internasional bekerja menuju upaya gencatan senjata segera dan menghentikan serangan terhadap Gaza. Dalam sebuah pernyataan, mereka menuntut pelestarian hak kebebasan beribadah untuk semua, hak kebebasan bergerak, perlindungan hak menyatakan pendapat dan berdemonstrasi tanpa menjadi sasaran penindasan atau penganiayaan pihak aparat keamanan. Selain itu, penolakan terhadap upaya apa pun untuk merebut properti warga Palestina.