Pekerja perhotelan telah bermigrasi bersama keluarganya dari Amerika ke Selandia Baru ketika dia berusia tujuh tahun. Christchurch adalah tempat mereka menetap. Namun, beberapa tahun yang lalu, tragedi pribadi terjadi ketika dia melihat pacarnya tertabrak kereta api.
"Setelah itu, saya seperti mengapa saya? (Mengapa saya harus melalui itu)," kata Megan sambil berlinang air mata.
"Jika Tuhan begitu perkasa dan dia bisa melakukan apa saja, mengapa dia tidak bisa menyelamatkan saya dari keharusan melalui itu? Itu mendorong saya menjauh dari keinginan untuk patuh (pada Tuhan)," ujarnya.
Setelah bertahun-tahun merasa tersesat secara spiritual dan emosional. Peristiwa setelah 15 Maret 2019 menyebabkan perubahan besar dalam hidupnya.
Di Hagley Park untuk Sholat Jumat bersama dengan ribuan orang lainnya yang masih belum pulih dari serangan itu, doa imam sangat menyentuh hati Megan.
“Itu berirama dan itu membuat saya merasa di dalam, saya ingin ikut melakukan gerakan (yang dilakukan Muslim), tetapi saya tidak tahu caranya, jadi saya hanya berdiri di sana dan menangis," ujarnya menjelaskan.
Baca juga : Islamnya Khalid bin Walid dan Ucapan Terakhir Jelang Wafat