REPUBLIKA.CO.ID, Aminatus Sadiyah (29 tahun) punya cerita sendiri tentang pengabdian. Muslimah asli Papua yang akrab disapa Mina ini mengungkapkan kisahnya tentang bagaimana ia bertekad membebaskan masyarakat Muslim di wilayahnya dari buta membaca Alquran.
Bermula pada 2010, sepulang lulus pesantren di Sukoharjo, Jawa Tengah, Mina kembali ke kampung halamannya di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Di kampung halamannya itu, Mina melihat komunitas Muslim di sana benar-benar tidak bisa membaca Alquran. Hal itulah yang memotivasinya mengabdikan diri mengajarkan Alquran secara sukarela tanpa digaji.
“Target saya di awal mau mengajarkan Alquran, minimal mereka bisa baca Juz Amma. Tapi alhamdulillah, saat ini sudah ada lima orang yang pandai membaca Alquran dan sudah bisa bantu-bantu saya mengajar,” kata Mina saat dihubungi Republika, Rabu (24/3).
Pekerjaan Mina bukan hal mudah. Dia rela menerjang sulitnya medan di Papua. Kampung-kampung pedalaman Kabupaten Jayawijaya kerap disambanginya. Tak jarang, Mina harus menerjang longsor di kala musim hujan tiba.
Menurut dia, longsor di pedalaman Papua merupakan momok menakutkan bagi masyarakat Papua. Dia tak ragu menerjang bencana demi menemui murid-muridnya dari rentang usia 3-12 tahun. “Kalau longsor tiba, itu taruhannya nyawa (kalau pergi mengajar). Tapi alhamdulillah, saya selalu dijaga Allah dan bisa lalui setiap longsornya,” kata Mina.
Dalam perjalanannya mengabdikan diri mengajarkan Alquran secara sukarela, Mina dibantu oleh Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Bantuan berupa pemberi pinjaman motor untuk membantu mobilitas mengajar Mina hingga bantuan uang sebagai bentuk apresiasi atas aktivitas yang dilakukan Mina.
Langkah Mina dalam mengajar Alquran ini pun diapresiasi oleh masyarakat Muslim Papua, khususnya kaum ibu di sana. Mereka sangat senang setelah sekian lama beragama Islam, mereka dan juga keturunannya bisa mendapatkan akses pendidikan Alquran secara gratis.
Jilbab dan Papua
Meski diapresiasi oleh masyarakat Muslim sana, tetap saja Mina mengaku tak mudah bagi Muslim di wilayah Papua menempuh akses pendidikan agama. Jangankan untuk mendalami agama lebih jauh, identitas diri sebagai Muslimah seperti jilbab pun kerap dipertanyakan oknum-oknum tak bertanggung jawab. Mina menyebut, jika terdapat kalangan masyarakat yang membuat ricuh dan bermabuk-mabukan, Mina kerap dirundung akibat jilbabnya.
“Saya sering dibilang, kenapa itu orang Papua asli pakai jilbab? Tak malu kah?” kata Mina.
Meski demikian, Mina mencoba mengambil sisi positif dan terus melakukan yang terbaik. Dari aktivitasnya sebagai pengajar Alquran selama hampir 11 tahun ini, tak sedikit masyarakat dari Kabupaten Jayawijaya di kampungnya yang tertarik pada Islam dan memutuskan menjadi mualaf.
Mereka cukup antusias meramaikan pengajiannya di masjid-masjid. Saat ini, Mina hanya fokus bagaimana dapat menempuh medan terjal dengan ditemani satu-satunya motor pinjaman dari BSMI yang ia miliki.
Dia pun berharap, ke depan banyak pengajar dari wilayah-wilayah Indonesia yang sudi untuk mengamalkan ilmunya di Papua. Sedangkan terhadap pemerintah, ia berharap infrastruktur dasar seperti jalan yang menghubungkan satu kampung dengan kampung lainnya dapat terealisasi dengan baik.