Selasa 13 Apr 2021 05:01 WIB

Ingat Pak Harto dan Beduk Masjid Kampung Kala Ramadhan Tiba

Kenangan setiap Ramadhan tiba.

Masjid Pathok Nagari, Ploso Kuning, Yogyakarta. Beginilah bentuk  masjid yang bertebaran di perkampungan Jawa pada masa lalu. Sekarang arsitektur masjid model begini semakin jarang ditemukan.
Foto:

Quinn, pada halaman 34 buku itu sekonyong-konyong menulis begini:

... Pada tahun 1980-an, Presiden Soeharto --sang tangan besi -- bahkan mengucurkan uang negara untuk memugar Masjid Agung Demak. Soeharto menghadiri peresmian selesainya pemugaran masjid, dan pada kesempatan itu menyatakan pandangan resminya tentang peran Masjid Agung (Demak) di Indonesia modern, sebagaimana dikemukakan kembali oleh sejarawan Nancy Florida:

Presiden Soeharto menyampaikan keyakinannya bahwa pemugaran masjid bukanlah pemugaran uang negara atau suatu kemewahan, melainkan sebagai bagian integral dari pembangunan dalam arti seluas-luasnya. Presiden memandang pemugaran itu sebagai bagian dari upaya pemupukan 'modal rohani' bangsa yang menjadi sumber modal kerja yang akan mendorong kuat-kuat segala aspek pembangunan nasional'....

Membaca tulisan George Quin itu kepala saya berdenyut keras. Ada perasaan paradoks, pahit dan manis, getir, dan asin di sana.

Uniknya apa yang dikatakan Pak Harto sebangun apa yang dikatakan DR Nurcholish Madjid bahwa Orde Baru memang meminggirkan Islam secara politik, tapi pada sisi lain mampu menghela umat Islam untuk bergerak maju secara kualitatif.

Kata Cak Nur, berkat Orde Baru, mulai awal 1970-an, mulai muncul generasi Muslim terdidik dan secara perlahan secara sosial mengisi wilayah tengah warga negara Indonesia. Memang pilihannya juga tidak enak karena menjadikan Islam politik menjadi sesuatu yang diemohi. Semboyannya yang terkenal: Islam Yes, Partai Islam No.

Nah, pada masa awal Ramadhan ini saya pun merenung, memang Pak Harto punya banyak salah (sama dengan para mantan presiden lainnya), tapi juga sama punya banyak jasanya (sama juga bagi para mantan presiden lainnya) bagi kaum Muslim. 

Baca juga : UAS Berbagi Cara Memaksimalkan Ramadhan

Tentu, dalam soal sumbangan kepada umat Islam, jasa pak Harto sangat konkret. Selama 32 tahun berkuasa dia memotori pembangunan masjid di segenap pelosok Tanah Air. Bahkan, inisiatif dia sampai ke mancanegara yang jauh, yakni di Eropa bagian selatan, yakni di Kota Sarajevo, Bosnia. Di sana warga Bosnia mengenal masjid yang cantik dengan menara kembar yang menjulang ke langit. Mereka menyebut "Masjid Soeharto" meski sebenarnya punya nama asli, yakni Masjid Istiqlal.

Dan, jejak yayasan yang dibuatnya untuk membangun masjid, yakni Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, dari data hingga kini  tetap merawat 999 masjid di seluruh Tanah Air. Masjid ke-999 atau masjid terakhir yang dibangun YAMP di Bekasi, Jawa Barat, dan diresmikan pada 9 September 2009.

Dalam sebuah laman di media, putri sulung Presiden Kedua RI Soeharto, Siti Haryanti Rukmana (Mbak Tutut), mengisahkan bila dia bersama pengurus Yayasan dan para relawan terus memelihara dan menjaga 999 masjid yang dibangun YAMP. Ketika dipercaya menjadi presiden RI pada awal 1970-an, Pak Harto, sapaan Soeharto, sering melakukan perjalanan diam-diam alias blusukan. 

Kata Mbak Tutut, dalam perjalanan yang hanya ditemani ajudan dan pengawal itu, Pak Harto sering mendapati rakyat meminta sumbangan di tepi jalan untuk membangun masjid. "Pak Harto mengaku merasa terenyuh melihat rakyat terpaksa meminta sumbangan ke sana-kemari. Bahkan, tak jarang mengadang di jalan untuk membangun masjid karena cinta mereka pada masjid,” kata Tutut. 

Dibebani keprihatinan itu, Pak Harto sempat beberapa waktu merenung. Didapatlah solusi, sekaligus dengan melibatkan sepenuhnya partisipasi rakyat mencukupi keperluan mereka sendiri. “Bapak menggerakkan rakyatnya yang Muslim bersedekah. Bapak pun meminta keikhlasan para pegawai negeri itu untuk dipotong gajinya. Sedikit setiap bulan. Ada yang dipotong Rp 50, Rp 100, Rp 500 dari besaran gaji,” kata Mbak Tutut pada acara "Penghargaan Masjid Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) Terbaik 2019" atau “999 Fastabiqul Khairat”, di Gedung Granadi, Jakarta, Kamis (28/11/2019) siang. 

Kala itu, di hadapan ratusan takmir masjid, wakil dari 999 masjid yang dibangun YAMP, Tutut mengatakan, bila dia selalu teringat pesan Pak Harto untuk senantiasa merawat sebuah langgar (mushala) kecil di desa kelahiran ayahnya, Desa Kemusuk, Yogyakarta.  

"Masa kecil Pak Harto, kata Tutut, sangat terkait dengan langgar tempatnya belajar dan menemukan kedamaian dalam Islam,'' kata Mbak Tutut.

Nah, ketika Ramadhan tiba entah mengapa pikiran ini tiba-tiba melayang pada keriangan masjid di kampung yang sederhana. Persis sama dengan Pak Harto, pasti sama-sama terkenang nikmatnya memukul beduk di beranda masjid yang terbuka, meski sederhana.

Masjid ternyata bekal pembangunan masa depan. Jadi, masjid ternyata kenangannya lebih mengena dari pada jalan tol yang katanya akan dibangun di sebelah utara kampung kecil saya. Masjid kampung dan beduk yang dipukul bertalu usai Tarawih dan tengah malam selalu mengundang rindu.

Apa bedanya dengan jalan tol? Baru dengar rencananya dan melihat orang memaki topi proyek berwarna kuning datang membawa alat ukur lahan saja, saudara saya di kampung kontan ribut bukan main. Banyak yang menangis karena ketakutan lahan sawahnya akan hilang dan rumahnya harus pindah.

Alhasil, saya hanya termangu. Beginikah yang dimaksud pembangunan?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement