REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terkadang seorang Muslim mendekati Allah SWT saat sedang dirundung malang atau kesusahan.
Saat susah, dia meningkatkan ibadahnya. Sementara ketika senang, dia menjauh dari Allah SWT. Ibadahnya pun menurun lagi.
Terus begitu secara berulang-ulang. Kembali kepada Allah hanya ketika ditimpa malapetaka. Pendakwah Mesir, Mustafa Husni, memberi penjelasan soal ini. Terkadang, kata Husni, seorang Muslim tidak perlu terlalu dalam untuk memahami hikmah Allah SWT. Sebab, itu bisa memunculkan kerisauan hati yang berlebihan.
"Hikmah Allah SWT akan sampai kepada seorang hamba setelah meyakini ada hikmah yang datang, dan bahwa Allah SWT tidak main-main," tuturnya.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” Manusia sudah semestinya belajar kehilangan sesuatu lalu belajar mencukupkan diri dengan Allah SWT. Karakter dunia adalah kehilangan.
Husni pun menceritakan pengalamannya ketika ditimpa musibah di dunia secara berturut-turut. Dia kemudian bertanya kepada gurunya tentang masalah tersebut sekaligus untuk meminta nasihat.
"Berbagai hal dari dunia telah rusak dan mereka sirna. Biasakanlah memahami kebutuhan duniawi itu datang dan pergi, lalu Allah SWT yakinlah akan menggantinya. Katakanlah, ‘Sesungguhnya kita ini milik Allah SWT dan kepada-Nyalah tempat kembali.’ Hal itu tidak ada kaitannya dengan murka Allah SWT. Biasakan mencukupkan dirimu kepada Allah SWT dan kembalilah kepada-Nya.”
Namun, jika tidak merasa telah berbuat dosa, belajarlah untuk merasa cukup. Dengan begitu, tidak ada timbul rasa iri hati atau apa pun. Selama berzikir pagi dan sore, rasa iri tidak akan menyentuhnya.
Sumber: masrawy