REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Anggota parlemen Prancis akan memilih untuk melarang pemakaian hijab di depan umum bagi mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Aturan tersebut juga melarang burkini di kolam renang umum dan melarang pemakaian jilbab bagi mereka yang menemani anak-anak dalam perjalanan sekolah.
Pemungutan suara pada Selasa (30/3) belum berarti larangan tersebut akan menjadi undang-undang, tetapi itu mencerminkan sentimen mayoritas majelis tinggi Prancis. Pemungutan suara datang dalam konteks RUU yang menurut mereka menegaskan penghormatan terhadap prinsip-prinsip Republik.
Mayoritas senator mendukung larangan di ruang publik oleh anak di bawah umur dan pakaian apa pun yang akan menandakan sebuah inferiorisasi wanita atas pria. Suara tersebut bertentangan dengan posisi pemerintah dan perlu dikonfirmasi oleh Majelis Nasional untuk menjadi undang-undang.
"Setiap kali kami telah mengusulkan memperkuat pasal ini, terutama terkait dengan cadar dan tanda-tanda yang mencolok, pemerintah telah mundur," kata seorang senator sayap kanan, Bruno Retailleau, dilansir di 5 Pillars UK, Senin (5/4).
Cadar, menurutnya, bersifat seksis, juga penanda ketundukan perempuan dan panji separatisme. "Berhentilah memberi tahu kami bahwa jilbab hanyalah sepotong kain, sementara itu mencirikan klaim para ideolog islamis untuk memaksakan kepada kami kontra-masyarakat, terpisah dari komunitas nasional. Situasinya sangat serius," katanya.
Cadar sudah dilarang di sekolah-sekolah Prancis. Presiden Emmanuel Macron mengatakan cadar tidak sesuai dengan kesopanan Prancis, tetapi mengatakan dia tidak ingin membuat undang-undang yang melarangnya di jalan.