REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan 'Tuntunan Ibadah Ramadhan 1442 H/ 2021 M Dalam Kondisi Darurat Covid-19' sesuai Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid. Berikut tuntunan puasa Ramadhan bagi orang sakit, orang yang kekebalan tubuhnya lemah, orang yang terpapar Covid-19, dan tenaga kesehatan (nakes) yang sedang menangani kasus Covid-19.
Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohammad Mas’udi menyampaikan, Muhammadiyah perlu memberikan tuntunan keagamaan lanjutan bagi masyarakat atau umat Islam umumnya dan warga Muhammadiyah khususnya dalam menjalankan kegiatan ibadah pada bulan Ramadhan 1442 H yang besar kemungkinan masih dalam situasi pandemi Covid-19. Tuntunan ini dibuat dengan mempertimbangkan kondisi penyebaran Covid-19 yang tidak merata atau memiliki tingkat kedaruratan yang berbeda antara daerah satu dengan daerah lain.
Mas’udi menyampaikan, puasa Ramadhan wajib dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik yang bergejala maupun tidak bergejala atau disebut orang tanpa gejala (OTG) termasuk dalam kelompok orang yang sakit.
"Mereka mendapat rukhsah meninggalkan puasa Ramadhan dan wajib menggantinya setelah Ramadhan sesuai dengan tuntunan syariat, ini sesuai dengan Alquran surah al-Baqarah ayat 185," kata Mas’udi dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan 1442 H/ 2021 M Dalam Kondisi Darurat Covid-19 yang diterima Republika, Senin (29/3).
Ia menyampaikan, untuk menjaga kekebalan tubuh dan dalam rangka berhati-hati guna menjaga agar tidak tertular Covid-19. Tenaga kesehatan yang sedang bertugas menangani kasus Covid-19, bilamana dipandang perlu, dapat meninggalkan puasa Ramadhan dengan ketentuan menggantinya setelah Ramadhan sesuai dengan tuntunan syariat. Sebagaimana dipahami dari firman Allah dan hadis Nabi Muhammad SAW.
"Wahai orang-orang beriman, berlaku waspadalah kamu!" (QS An-Nisa: 71).
". . . Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (QS Al-Baqarah: 195).
"Dari Ibn ‘Abbas (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan (HR Malik, Ibn Majah dan Ahmad, dan ini lafal Aḥmad).
Mas’udi menjelaskan, ayat dan hadis tersebut menunjukkan keharusan waspada atau berhati-hati serta larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan dan kemudaratan. Itu berarti keharusan menjaga diri atau jiwa.
"Tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 membutuhkan kekebalan tubuh ekstra sehingga boleh tidak berpuasa dan apabila tetap berpuasa dikhawatirkan justru akan membuat kekebalan tubuh dan kesehatannya menurun, dan itu bisa menimbulkan mudarat," ujarnya.