Selasa 16 Mar 2021 16:31 WIB

UAS Kisahkan Keutamaan dan Amalan Utama Saat Sya’ban

Sya'ban adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Ani Nursalikah
UAS Kisahkan Keutamaan dan Amalan Utama Saat Syaban
Foto:

“Beribadah pada saat orang lupa, pahalanya besar, contohnya tahajud, banyak orang lalai makanya pahalanya besar bagi yang menjalankannya. Maka dari itu, keutamaan beramal saat orang lalai itu pahalanya amat luar biasa,” ujarnya. 

Dai yang meraih gelar profesor di Universitas Islam Omdurman Sudan itu mengutip penjelasan Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya, Fathul Bari bahwa catatan amal manusia  diangkat sebanyak tiga kali, yaitu harian, mingguan, dan tahunan. Catatan amal harian akan diangkat setiap ba’da Ashar, catatan amal mingguan akan diangkat setiap Kamis. Sedangkan catatan amal tahunan akan diangkat setiap bulan Sya’ban.

“Jika saat catatan amal diperiksa dan diangkat oleh malaikat, seseorang itu sedang berpuasa atau sedang sholat berjamaah maka akan baik laporan amalannya kepada Allah SWT,” ujar Dosen UIN Sultan Kasim Riau itu.

“Bulan Sya’ban memiliki malam yang istimewa yakni pada 15 Sya’ban, yang biasa disebut Nisfu Sya’ban. Di malam itu, Allah SWT akan memperhatikan seluruh makhluk-Nya dengan perhatian khusus. Allah SWT juga akan ampunkan dosa semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik (orang yang menyekutukan Allah) dan orang musahid (orang yang berkelahi dan belum berdamai),” kata UAS. 

Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitab Ghunyah al-Thalibin, malam nisfu Sya’ban adalah malam yang diberkati Allah (lailah mubarakah). Malam tersebut disebut juga dengan malam pembebasan (lailatul bara’ah).

“Dan di antaranya, malam pembebasan disebut dengan ‘mubarakah’ (yang diberkati) karena di dalamnya terdapat turunnya rahmat, keberkahan, kebaikan, dan pengampunan bagi penduduk bumi.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 278).

“Dikatakan bahwa malam nisfu Sya’ban disebut malam pembebasan karena di dalamnya terdapat dua pembebasan. Pertama, pembebasan untuk orang-orang celaka dari siksa Allah yang Maha-Penyayang. Kedua, pembebasan untuk para kekasih Allah dari kehinaan.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 283).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement