Selasa 16 Mar 2021 08:50 WIB

Refleksi Setahun Pandemi: Lupa Waktu demi Ilmu

lupa waktu demi ilmu

Esensi tarian sufi, Melingkar dan berputar.
Foto: google.com
Esensi tarian sufi, Melingkar dan berputar.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller.

Hari ini tepat satu tahun saya work from home (WFH). Tak terasa, waktu sangat cepat berlalu. Rasanya seperti baru kemarin diberitakan kalau dunia tertutup pandemi dan semua mobilitas manusia dibatasi. 

Dengan mengandalkan kemajuan teknologi informasi, semua hal harus bisa diselesaikan dari rumah dengan usapan jari. Bekerja, sekolah, kajian, belanja, jalan-jalan, pesan makanan, jajan, hingga segala urusan.

Awalnya, banyak yang gagap. Namun, semua berusaha beradaptasi. Seiring berjalannya waktu, akhirnya justru disadari betapa banyaknya waktu yang terbuang sia-sia selama ini, untuk hal-hal yang sebenarnya bukan keharusan. 

Tanpa ngopi-ngopi cantik, tanpa nge-mall tiap pekan, tanpa makan di tempat keramaian, hidup tetap bisa berjalan. Dan, semua baik-baik saja.

Islam adalah agama yang sangat menghargai waktu. Tercatat, para ulama terdahulu adalah orang-orang yang sangat memuliakan waktu. Sama-sama 24 jam sehari, keberkahan waktu mereka tak diragukan lagi. 

Imam adz-Dzahabi dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala menyebutkan kebiasaan ahli hadis guru dari Imam Bukhari dan Muslim yang bernama Ubaid bin Ya’isy, “Ia tak pernah makan malam sendiri melainkan disuapi saudarinya, sementara tangannya sibuk menulis kitab.”

Kebiasaan serupa juga dilakukan Muhammad bin Suhnun al-Qairuwani. Saat makan malam, pelayannya akan menyuapi sementara ia tetap sibuk menulis atau membaca kitab. 

Saking asyik dengan kitab-kitabnya, ia bahkan tak menyadari kalau sudah selesai makan. Hingga menjelang Subuh ia akan memanggil pelayannya dan menanyakan, “Mengapa makan malamku belum tersedia?” 

Imam Ibnu Nafis (610-687 H) penemu sistem pembuluh darah kapiler dalam tubuh manusia yang juga seorang ahli hadis, ushul fikih, matematikawan, sastrawan, mempunyai kebiasaan unik. 

Kapan pun ilham datang, ia harus langsung menuliskannya. Bahkan, saat mandi sekalipun, ia akan keluar dari kamar mandi, menulis, lalu setelah selesai akan melanjutkan mandinya.

Para alim ini juga punya kebiasaan membaca kitab sambil berjalan supaya waktunya tak terbuang. Seperti Khatib al-Baghdadi (392-463 H), ahli hadis dan sejarawan dari Baghdad yang selalu berjalan sambil membaca kitab. 

Bahkan, ada satu kejadian tragis yang menimpa Tsa’lab (200-291 H), seorang ahli sastra dan bahasa Arab, hadis, dan qiraat. Suatu kali karena keasyikan membaca kitab sambil berjalan, ia tertabrak seekor kuda hingga jatuh ke jurang dan dua hari kemudian meninggal dunia.

Kejadian serupa juga dialami Abu Bakar bin Khayyath (320 H), seorang ahli gramatika Arab. Karena keasyikan membaca sambil berjalan, ia tak menyadari langkah kakinya telah sampai tepi jurang, dan akhirnya terjatuh hingga wafat.

Masya Allah!

Ja’far bin Sulaiman mendengar Robi’ah menasihati Sufyan ats- Tsauri, “Sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dirimu juga akan hilang. Bahkan, hampir-hampir sebagian harimu berlalu, lalu hilanglah seluruh dirimu (mati), sedangkan engkau mengetahuinya. Oleh karena itu, beramallah.”

Mari kita merefleksi diri, apa yang telah kita hasilkan selama setahun ini? Sementara, hari ini jatah usia kita berkurang lagi.

Jakarta, 15/3/2021

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement