Kamis 04 Mar 2021 19:44 WIB

Muslim Swiss Menentang Referendum Terkait Larangan Cadar

Banyak aktivis menyebut ini sebagai tindakan rasis dan seksis.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Swiss Menentang Referendum Terkait Larangan Cadar
Foto:

Larangan itu disahkan dengan lebih dari 57 persen suara di antara mereka yang memberikan suara pada 2009. Lalu SVP menyerukan pelarangan niqab atau cadar saat ini. 

Pada 2016, Komite Egerkingen mulai mengumpulkan tanda tangan sebagai bagian dari kampanye pelarangan cadar.  Sistem demokrasi langsung Swiss memungkinkan referendum untuk usulan perubahan konstitusi jika pendukung mengumpulkan lebih dari 100 ribu tanda tangan.

Larangan tersebut ditolak oleh pemerintah pada 2018, dan oleh parlemen nasional pada 2020. Namun, larangan penutup wajah telah dilembagakan di kanton Ticino dan St. Gallen, di mana larangan tersebut mulai berlaku masing-masing pada 2016 dan 2018.

Data dari Ticino dalam dua tahun pertama pelarangan menunjukkan penggemar sepak bola yang memakai penutup wajah yang paling terpukul oleh larangan tersebut. Tapi bagi para juru kampanye, ini bukan tentang angka, tapi tentang masa depan hak dan kebebasan umat Islam.

“Perdebatan tentang menara dan burqa secara sistematis meluas ke pertanyaan tentang jilbab dan ekstremisme. Ini adalah dalih untuk, dalam waktu dekat atau jauh, untuk mengesahkan undang-undang yang secara langsung akan menyerang kebebasan berkeyakinan dan beribadah umat Islam," jelas Mastour.

Para pendukung kampanye berpendapat pelarangan penutup wajah dapat mencegah ancaman terhadap keamanan publik, dan terorisme. Mengenakan masker wajib di Swiss sebagai tindakan perlindungan terhadap pandemi virus corona, seperti yang terjadi di banyak negara saat ini.

Banyak yang menganggap situasi ini sangat munafik. “Mayoritas penduduk Swiss, hingga saat ini, tidak dapat memahami seseorang membuat pilihan untuk menutupi wajah. Hari ini, kita semua tertutup dalam interaksi sosial kita. Contoh ini menunjukkan visi yang kita miliki tentang pakaian atau sikap bergantung pada konteks sosial, budaya, dan kesehatan di mana kita berkembang. Kegagalan untuk memahami pilihan seseorang tidak harus membuat atau membiarkannya ditekan,” kata Mastour.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement