Jumat 05 Mar 2021 06:00 WIB

PBB Khawatir Masalah Rohingya akan Kembali ke Titik Awal

Masalah Rohingya dikhawatirkan PBB kembali ke titik awal.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
PBB Khawatir Masalah Rohingya akan Kembali ke Titik Awal. Foto: Sekelompok pengungsi Rohingya di atas kapal angkatan laut saat mereka pindah ke Pulau Bhashan Char, di Chittagong, Bangladesh 29 Desember 2020. Kelompok kedua pengungsi Rohingya dipindahkan ke pulau Bhashan Char di bawah distrik Noakhali.
Foto: EPA-EFE/MONIRUL ALAM
PBB Khawatir Masalah Rohingya akan Kembali ke Titik Awal. Foto: Sekelompok pengungsi Rohingya di atas kapal angkatan laut saat mereka pindah ke Pulau Bhashan Char, di Chittagong, Bangladesh 29 Desember 2020. Kelompok kedua pengungsi Rohingya dipindahkan ke pulau Bhashan Char di bawah distrik Noakhali.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, memperingatkan tentang ancaman terbaru terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu. Dia khawatir jika angkata bersenjata Myanmar, Tatmadaw, menindaklanjuti niatnya untuk mengevaluasi kembali pekerjaan Komisi Penasihat 2018 di Negara Bagian Rakhine, yang dipimpin mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dengan tujuan mengakhiri krisis Rohingya.

Menurut Burgener, dilansir dari Arab News, Kamis (4/3), hal itu akan membuat keadaan kembali ke titik awal dengan perlakuan terhadap Rohingya. Laporan komisi tersebut memberikan 88 rekomendasi kepada pemerintah, termasuk pemberian akses kemanusiaan dan media penuh ke zona konflik, dan penyelidikan yang tidak memihak atas pelanggaran hak asasi manusia yang diduga dilakukan oleh Tatmadaw.

Baca Juga

Rekomendasi lainnya ialah desakan kepada pemerintah untuk menutup semua kamp untuk pengungsi internal di negara bagian Rakhine sesuai dengan standar internasional, memerangi pidato kebencian terhadap anggota minoritas Muslim, dan mengambil langkah untuk memberi mereka suara di negara itu dan memungkinkan kebebasan bergerak.

Rekomendasi itu juga menyerukan agar proses verifikasi kewarganegaraan Myanmar dipercepat dengan merombak undang-undang kewarganegaraan 1982, yang ketentuannya bertanggung jawab atas ribuan orang Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan. Ada pula sejumlah rekomendasi terkait pembangunan ekonomi, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, supremasi hukum dan pembangunan budaya.

Schraner Burgener mengatakan, Soe Win, wakil panglima tertinggi Tatmadaw, awalnya meyakinkannya bahwa upaya berdasarkan laporan Komisi itu, untuk mengatasi krisis pengungsi Rohingya, akan benar-benar berlanjut.

Namun, dia terkejut mengetahui Dewan Administratif yang dibentuk setelah kudeta berencana untuk melakukan penyelidikan atas pekerjaan Komisi yang dipimpin Annan dengan alasan bahwa itu dilakukan untuk kepentingan pribadi seseorang tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional. Orang yang dimaksud adalah Aung San Suu Kyi, kata Burgener.

Pada 25 Agustus 2017, serangan terhadap polisi dan pasukan militer oleh kelompok bersenjata yang diidentifikasi sebagai Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yang mendorong peluncuran apa yang disebut "operasi pembersihan". Selain korban militer dan sipil, ini mengakibatkan ratusan ribu pengungsi Rohingya terpaksa mengungsi dari Rakhine melintasi perbatasan ke Bangladesh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement