Ketika kembali ke New Hampshire, Tammy merasa lebih lega dan hatinya berubah. Ia juga mulai menonton video tentang Islam, khususnya cerita-cerita tentang mualaf. Ia kemudian menyadari kekeliruannya tentang Islam dan Muslim.
Sebulan kemudian, setelah berbicara dengan teman barunya dan menjelaskan kepadanya bahwa ia sedang belajar tentang Islam, temannya mengundangnya untuk datang mengunjungi Mesir, tempat asalnya. Tammy sempat ragu karena kondisi Mesir di tengah revolusi dan ketidakpastiannya tentang Timur Tengah secara keseluruhan. Namun, akhirnya ia sepakat melangkah ke negeri Mesir.
Setibanya di Negeri Piramida itu, Tammy merasa sangat kagum. Di waktu pagi ketika ia tiba, ia mendengar kumandang adzan untuk pertama kalinya. Tammy merasa terharu dan kemudian menangis.
Tammy menyaksikan orang-orang beribadah di jalan, di toko-toko, dan di manapun mereka berada. Mereka sholat berjamaah. Tangis Tammy tak terbendung melihat itu.
"Mereka tidak malu tentang cinta mereka kepada Tuhan. Saya menginginkan itu. Saya menginginkan itu dalam hidup saya. Rasa lapar saya akan pengetahuan tentang Islam meningkat sepuluh kali lipat. Saya membaca dan melihat semua yang saya bisa," lanjutnya.
Selama ini hidup Tammy tak beraturan. Karena itu, ia merasa membutuhkan perubahan dalam hidupnya, dan Islam memberikan aturan dengan adanya kewajiban sholat lima waktu. Tammy merasa membutuhkan aturan, seperti tidak ada alkohol dan tidak ada hubungan dengan pria sebelum menikah.
Pasalnya, alkohol yang selama ini menjadi temannya justru tidak sekali pun memberikan sesuatu yang baik bagi hidupnya. Selain itu, menjalin hubungan dengan pria sebelum menikah juga tidak pernah membuatnya bahagia, malah membuatnya kesepian dan merasa tidak cukup baik.