Rabu 24 Feb 2021 23:27 WIB

Moralitas Seorang Pemimpin, Refleksi Teladan Rasulullah SAW

Rasulullah SAW adalah teladan moralitas bagi pemimpin

Rasulullah SAW adalah teladan moralitas bagi pemimpin. ilustrasi pemimpin
Foto:

Suatu hari, Nabi Muhammad SAW pernah berdiri dari tempat duduknya saat jenazah non-Muslim diangkat melintas di hadapannya. Sikap ini adalah penghormatan seorang pemimpin sebagai bentuk komitmen terhadap moralitas, meskipun kepada non-Muslim yang sudah meninggal. 

Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi menulis sebuah hadits dari Anas RA, dia berkata: 

عن أنس رضي الله عنه قال: ما مسست ديباجاً ولا حريراً ألين من كف رسول الله ﷺ، ولا شممت رائحة قطُّ أطيب من رائحة رسول الله ﷺ[1]، وقد خدمت رسول الله ﷺ عشر سنين فما قال لي قطُّ: أفٍّ، ولا قال لشيء فعلتُه: لم فعلتَه؟ ولا لشيء لم أفعله: ألا فعلتَ كذا

”Saya belum pernah memegang sutra, baik yang tebal maupun tipis, yang lebih halus dari tangan Rasulullah SAW, dan saya belum pernah mencium bau seharum bau Rasulullah  Saya pernah menjadi pelayan Rasulullah selama puluhan tahun, beliau tidak pernah mengatakan “hus” kepada saya, atau menegur dengan ucapan “kenapa kamu berbuat seperti itu,” terhadap apa yang saya kerjakan, dan beliau juga tidak pernah menegur dengan ucapan “kenapa kamu tidak pernah berbuat demikian,” terhadap apa yang tidak saya kerjakan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Komitmen moralitas Nabi SAW juga selalu tampak dari kehidupan sehari-harinya, beliau selalu tersenyum,  mengasihi yang lemah, menjunjung hak asasi dan menegakkan keadilan. Seorang sahabat, Abdullah bin Harits, pernah menceritakan tentang Rasulullah SAW, "Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah SAW." (HR Tirmidzi)

Kekuatan moralitas seorang pemimpin akan menumbuhkan kewibawaan, kehormatan dan integritas. Kita menyaksikan betapa banyak seorang yang mengerahkan segala daya upaya untuk mendapatkan kewibawaan dan citra yang baik di mata masyarakat, namun tidak membuahkan hasil yang maksimal. Hal tersebut karena tidak diikuti oleh pendekatan uswatun hasanah, yaitu memberi contoh perilaku yang mulia kepada masyarakat. 

Dalam hal ini, Nabi Muhammad adalah sosok figur yang tepat untuk dijadikan contoh. Ia dicintai masyarakat karena kemuliaan ahklaknya, kelembutan sikapnya dan integritasnya. Ia tak pernah menyakiti atau menzalimi musuhnya. Bila ada yang mengajaknya berbicara ia mendengarkan hati-hati sekali tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan kepada yang mengajaknya bicara, bahkan ia memutarkan seluruh badannya. Berbicara sedikit sekali, lebih banyak ia mendengarkan.

Ayat, hadis,  dan cerita di atas memberikan resep kepada kita untuk menggunakan soft-power “moralitas”. Konsepsi ini patut dijadikan pijakan oleh setiap pemimpin, sehingga muncul pola interaksi yang santun antara pemimpin dan yang dipimpin. 

 

Dengan pendekatan uswatun hasanah dan kekuatan moralitas, pemimpin akan selalu menjadi teladan yang baik bagi rakyatnya. Sehingga melahirkan sikap bijaksana, pembela yang lemah, serta mengerti saat yang tepat untuk akomodatif dan saat yang tepat untuk defensif dari kritikan rakyat. Dengan demikian, akan terlahir pola hubungan saling mencintai dan melindungi antara pemimpin dan yang dipimpin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement