Senin 15 Feb 2021 08:57 WIB

Kisah Kiai Cicit Santri Keraton Yogyakarta dan Brawijaya V

Hikmah keseharian Kiai Kauman, cicit santri Keraton Yogyakarta dan Brawijaya V.

Masjid dan Pesantren  Al-Manshur, Kauman, Wonosobo.
Foto:

Kiai Usil

KH Achmad Chaedar Idris, saya menyebutnya juga Kiai Kauman. Mungkin juga karena tinggalnya di pusat kota, pemikiran-pemikirannya demikian inklusif, terbuka. Yang jelas "gaul" juga. Ini bisa kita lihat dari karyanya. 

Terbilang, kiai Kauman itu sangat produktif. Tulisan-tulisannya telah diterbitkan. Ada dua buku, buah karyanya, yaitu Keris Kang Trontong (2019) dan Kang Trontong & Odah (2020). Semua itu berasal dari status Facebook-nya. Yang pertama, tulisan sepanjang 2014-2015. Yang kedua, selama Januari-Desember 2019. Katanya, sedang disiapkan lagi buku yang ketiga.

Membaca karyanya, kita akan mudah simpulkan, kreativitasnya luar biasa. Memang hanya catatan harian. Tapi yang jelas beda dengan catatan hariannya Ahmad Wahib (w.1973) yang terlalu "serius" mempertanyakan berbagai hal itu.

Dari sisi "imajinasi" ketokohan, mungkin bisa disamakan dengan "Sudrun dan Markesot"-nya Cak Nun yang viral pada awal 1990-an itu. Bedanya, jika Cak Nun menuangkan karyanya di media mainstream, Kiai Chaedar (konon) hanya "iseng" saja di media sosial.

Tapi begitulah, keisengan kiai tetaplah beda dengan kita pada umumnya. Kita ber-medsos mungkin hanya iseng belaka, sekadar usil, untuk pelampiasan. Sedang usilnya Kiai Chaedar--sebagaimana Ahmad Tohari tegaskan dalam kata pengantar Keris Kang Trontong--menjadi "Kebajikan dalam Keusilan".

Dengan tokoh utama Kang Trontong dan Odah, buku tersebut dengan tepat memotret realitas kehidupan sehari-hari, bagaimana merespons berbagai fenomena dan persoalan yang ada. Sama sekali tak serius, tapi santai dan jenaka. Keusilannya sangat mengesankan, membawa pesan "kearifan" untuk menggugah kesadaran terdalam kita. Dengan keusilannya itu, Kiai Chaedar tampak konsisten selalu berikhtiar menggali hikmah keseharian yang selama ini acap kali kita lupakan.

Maka, untuk kita semua, yang jauh lebih muda, sangat jelas pesannya: Gunakan Android--yang ada aplikasi FB, WA, Twitter, atau IG-- seoptimal mungkin sebagai media menyampaikan pesan kemashlahatan, untuk "usil" menggali hikmah keseharian. 

Kalisuren, 14 Februari 2021

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement