REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen, mengusulkan larangan penggunaan jilbab di semua tempat umum. Hal ini ia sampaikan sebagai usaha membangun rekor jajak pendapat, yang mempertaruhkannya dengan Presiden Emmanuel Macron.
Kebijakan terkait jilbab ini akan digugat di pengadilan dan disebut hampir pasti dianggap tidak konstitusional. Hal tersebut juga membuat wanita berusia 53 tahun itu kembali pada tema kampanye larangan jilbab akrab yang dulu pernah ia gencarkan.
Prancis akan menggelar pemilihan presiden pada 2022. "Saya menganggap jilbab adalah pakaian Islamis," kata Le Pen kepada wartawan, dilansir di Aljazirah, Ahad (31/1).
Ia juga diketahui mengusulkan undang-undang baru yang melarang ideologi Islam, yang dia sebut totaliter dan membunuh. Sejak mengambil alih partai sayap kanan utama Prancis dari ayahnya, Le Pen telah mencalonkan diri dua kali untuk kursi kepresidenan Prancis.
Ia kalah telak pada 2017 dari pendatang baru politik, Macron, dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk pulih. Meski demikian, hasil jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan dia lebih dekat pada kemenangan dibanding sebelumnya. Hal ini juga menyebabkan banyak spekulasi baru, tentang apakah populis anti-UE, anti-imigrasi akhirnya dapat memasuki Istana Elysee.
Terlepas dari kemunduran baru-baru ini terhadap sesama ideolog, seperti Donald Trump dan Matteo Salvini di Italia, sebuah survei ini menunjukkan dia berada dalam jarak yang sangat dekat dari Macron.