REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Impitan hidup telah menjatuhkannya berkali-kali. Berbagai kesedihan dan kegagalan telah dilaluinya. Namun, janda berusia 43 tahun ini tetap semangat menjalankan usaha kue untuk menghidupi kedua putranya. Dia adalah Eva Marifatun Nurjana.
Eva, panggilan akrabnya, adalah seorang sosok perempuan yang telah merasakan pahit manisnya dunia. Ia menikah pertama kali pada 2004 dan dikaruniai seorang putra bernama Aji Ahmad Zakaria. Bersama keluarga kecilnya, Eva menyewa sebuah rumah kontrakan di dekat Universitas Islam As-Syafi'iyyah, Jaticempaka, Pondok Gede, Kota Bekasi.
Saat itu, suaminya hanya bekerja sebagai sopir. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, Eva harus mencari pekerjaan sampingan. Karena itu, ia pun belajar kepada ibunya untuk membuat kue ketapang.
Saat pertama kali membuat kue ketapang hasilnya sangat keras seperti batu. Namun, ia tidak pernah patah arang dan terus mencoba membuat kue khas Betawi tersebut. Seiring berjalannya waktu, Eva akhirnya berhasil membuat kue ketapang yang enak dan gurih.
Namun, saat usia pernikahannya baru berjalan empat tahun, suaminya meninggal dunia. Dia pun merasa terpukul dan harus menghadapi kehidupan yang begitu berat. Untuk menghidupi anaknya, ia harus banting tulang sendirian dengan menjual kue ketapang. Saat itu, hidupnya sedang jatuh.
Sejak 2010, kue ketapang buatannya kemudian dititipkan ke beberapa warung dan kantin sekolah. Pada 2012, kuenya juga ditawarkan kepada dokter-dokter di puskesmas. Sebagai seorang janda yang memiliki anak kecil, dokter-dokter di puskesmas itu pun banyak yang merasa kasihan kepadanya.
“Dokter-dokter puskesmas itu mungkin kasihan karena saya seorang janda yang punya anak kecil. Katanya kuenya enak dan empuk, sehingga mereka mulai banyak yang pesan,” ujar Eva kepada Republika.co.id, Sabtu (30/1).
Setelah cukup lama hidup sendiri dan mengasuh anak sendirian, Eva kemudian menikah lagi pada 2013 dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Muhammad Bayu Hidayatullah. Kehidupan rumah tangganya pun mulai tertata kembali.
Pada 2014, ia mencoba mengembangkan usaha kue ketapangnya lagi. Dengan modal uang sebesar Rp 500 ribu, ia mulai membuat kue ketapang sebanyak 10 kilogram dengan kemasan awal 100 gram per buah.
Kue ketapangnya tersebut mulai banyak dititipkan ke warung dekat rumah dan kantin sekolah dengan harga jual Rp 4.000 per bungkus. Setidaknya, ia menitipkan 25 bungkus untuk setiap warung dan ia terus berusaha mendapatkan mitra penjual sebanyak-banyaknya.
Namun, suatu hari Eva pernah dikomplain pemilik warung karena kuenya dinilai sudah tidak renyah lagi. Setelah Eva mencicipinya, ternyata kue buatannya memang tidak renyah lagi lantaran kemasannya kurang bagus. Mitranya pun merasa kecewa, sehingga Eva mengalami kerugian.
Tak jauh beda dengan usahanya, rumah tangganya juga tidak berjalan mulus. Suaminya yang kedua kerap melakukan tindakan kekerasan kepadanya. Eva tak kuat dengan perlakuan kasar suaminya. Akhirnya, ia tepaksa bercerai pada 2017 dan ia pun kembali harus menghidupi dua orang putra kesayangannya sendirian.
Tapi semangatnya tak pernah padam. Eva pun memulai lagi membangun usahanya sendirian. Selain memperbaiki citra rasanya, ia juga memperbaiki pengemasannya. Dengan menjual ketapang, Eva saat itu hanya bisa memperoleh omzet Rp 2 juta per bulan. Kendati demikian, Eva tetap bersyukur karena sudah bisa menafkahi kedua putranya.