REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Perdana Menteri Prancis Jean Castex menunda pembahasan larangan cadar bagi anak-anak. Dia mengatakan, saat ini Prancis sedang berusaha mencapai keseimbangan antara menegakkan tradisi sekuler dan menghormati perbedaan budaya. Castex mengatakan, menargetkan anak di bawah umur bukanlah tujuannya.
Ide melarang perempuan Muslim di bawah umur mengenakan penutup wajah, nyatanya berasal dari anggota partai sentris Presiden Prancis, Emmanuel Macron sendiri. Ide itu muncul ketika Macron akan mencoba peruntungan di Pemilu 2022 mendatang dengan mengeluarkan undang-undang kontroversial untuk memerangi ekstrimisme Islam.
Amendemen yang akan melarang anak di bawah umur mengenakan jilbab di depan umum ditolak pada Senin (18/1), meskipun mendapat dukungan dari beberapa tokoh senior di partai Macron dan pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen. Menurut mereka, jilbab beresiko merusak misi Macron untuk memerangi ekstremis Muslim, menyusul pembunuhan keji yang menewaskan seorang guru di Paris.
Akibat kejadian itu pula, Macron mulai gencar memberdayakan polisi dan menutup masjid yang dicurigai menerima uang haram. Termasuk, membuatnya menerima banyak kritik tajam dari negara-negara seperti Turki, yang mengatakan Prancis sekarang menargetkan Muslim dan memicu perdebatan tentang toleransi, supremasi hukum, dan metode untuk memerangi ekstremisme.
Sebelumnya, Prancis sempat melarang simbol-simbol keagamaan yang terlihat di sekolah-sekolah pada 2004 dan pakaian yang menutupi wajah, termasuk burqa dan niqab, pada 2010.
Sumber:
https://www.bnnbloomberg.ca/macron-s-premier-rejects-veil-ban-for-muslim-girls-in-france-1.1550356