REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur yang membidangi pendidikan, Achmad Jainuri, mengatakan, secara psikologis para santri Pondok Pesantren (Ponpes) Ma'had Al-Furqon Muhammadiyah di Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, mengalami tekanan. Mereka tak menyangka bila kejadian pembakaran di tempat belajarnya terjadi dua kali dalam kurun waktu satu pekan.
''Ya, para santri di pondok pesantren tersebut jelas tergangu sisi kejiwaannya. Bayangkan, dalam waktu yang tak lama tempat belajarnya terbakar. Yang terakhir terjadi Jumat lalu (8/1) dan kejadian yang sama juga terjadi beberapa hari sebelumnya,'' kata Achmad Jainuri, ketika dihubungi Republika, Senin sore (11/1).
Menurutnya, pihak pengurus Muhammadiyah tingkat cabang dan daerah pun kaget. Mereka tidak menyangka kejadian seperti itu terjadi.
''Maka, kami dari PWM dan PDM (Pengurus Daerah Muhammadiyah) Jawa Timur pun mengunjungi pesantren tersebut. Dan di sana kami meminta kepada pihak kepolisian untuk segera mengusut dan mencari pelakunya. Ini semakin penting karena peristiwa kebakaran terjadi pada siang hari.''
''Ketika kami menemui pihak kepolisian setempat mereka menyatakan tengah mengumpulkan bukti. Dan polisi juga menyatakan, masih kesulitan mengumpulkan bukti karena tidak adanya semacam CCTV,'' tegasnya.
Jainuri menyatakan, posisi pesantren itu merupakan tempat pendidikan baru atau masih merupakan rintisan. Letaknya di tengah kampung. Jadi, memang masih sederhana, karena itu wajar kalau tak punya CCTV.
Menyinggung ada gesekan dengan warga setempat, Jainuri mengatakan, dari pernyataan pengurusnya hubungan mereka dengan warga yang kebanyakan warga Nahdliyin baik-baik saja. Hubungannya sangat akrab.
''Ini dibuktikan ketika pesantren terbakar para jamaah masjid yang berada di dekat pesantren justru yang ramai-ramai menolong memadamkan api. Jadi, ini jelas tak ada masalah. Mereka merupakan saudara kami,'' tegasnya.
Terkait pengusutan kasus terbakarnya pesantren tersebut, Januari mendesak agar dalam waktu cepat bisa dituntaskan. Hal ini sangat penting karena bisa menjadi melebar ke mana-mana terkait suasana nasional hari ini yang terasa 'panas'. Dan bila pelakunya bisa ditemukan maka suasana menjadi tenang kembali. Para santri bisa belajar dengan nyaman.
''Saya sendiri punya keyakinan pelakunya bukan orang gila. Ini karena sampai terjadi dua kali pembakaran. Saya duga, ini pelakunya adalah orang yang ingin buat rusuh dan resah saja. Maka, kami mendesak agar polisi segera menangkap pelakunya biar semua soal menjadi jelas,'' ujar Achmad Jainuri menegaskan.
Terkait kasus terbakarnya Pesantren Muhammadiyah di Lamongan itu, cendikiawan Prof DR Azyumardi Azra mendesak agar polisi segera dan serius melakukan pengusutan. Untuk itu, polisi jangan terburu-buru menyatakan tersangka pelaku sebagai orang yang tidak waras atau mengalami ganggaun jiwa lainnya.
''Saya kira, polisi jangan terburu-buru menyatakan tersangka pelaku sebagai 'tidak waras' dan gangguan jiwa dan sosial lainnya. Umat Islam atau khususnya warga Muhammadiyah tidak trprovokasi untuk melakukan melakukan aksi,'' kata Azyumardi.
Selain itu, lanjut Azyumardi, kepada pihak ormas Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persism, dan lainnya yang mengelola yayasan pendidikan memperketat pengamanan seluruh asetnya, seperti sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, dan mushala.