Kamis 07 Jan 2021 20:53 WIB

Ikhwanul Muslimin, Ditolak Arab Saudi Dekat dengan Iran?

Ikhwanul Muslimin ditolak Arab Saudi tapi dekat dengan Iran kini

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Ikhwanul Muslimin mendapat penolakan Arab Saudi tapi dekat dengan Iran kini. Anggota Ikhwanul Muslimin Yordania di Amman, Yordania.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sejarah terbentuknya Ikhwanul Muslimin dimulai pada 1928, saat terjadi peperangan antara masyarakat Muslim dengan tentara Inggris di Mesir. Saat itu, Muslim juga tengah berjuang melawan pengaruh budaya Barat dan menegakkan hukum syariah di negara-negara Islam.

Hassan Banna, pelopor pergerakan, menyebarkan ide-idenya di negara-negara Islam melalui konferensi yang dia selenggarakan di mana mufti Yerusalem, Haji Amin al-Husseini, menjadi pembicara reguler. 

Baca Juga

Dimanapun ide organisasi diadopsi, anggotanya mulai melawan penjajah asing. Belakangan, para propagandisnya mulai menyebut para pemimpin Muslim itu sendiri sebagai anggota "pendudukan asing" jika mereka tidak menaati perintah Islam atau menerapkan hukum syariah.

Doktrin Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa diperbolehkan, bahkan wajib, untuk melakukan jihad terhadap para pemimpin tersebut meskipun mereka adalah Muslim sejak lahir. Orang-orang beriman didesak untuk memberontak melawan pemerintah dan pejabat mereka jika mereka tidak menjunjung ajaran Islam. 

Pada 1932, empat tahun setelah pendirian Ikhwanul Muslimin, kerajaan Saudi didirikan di Jazirah Arab oleh raja pertamanya, Abdul Aziz ibn Saud. Kerajaan ini sedari awal berdasar pada persekutuan antara keluarga kerajaan dan beberapa keluarga ulama yang dipertahankan dengan alasan Islam bahwa karena penguasa memerintah atas rahmat Tuhan, maka warga dilarang untuk menentang mereka. Sebagaimana para ulama Arab Saudi menyatakan bahwa mereka melanjutkan jalan al-salaf al-salih ("para pendiri Islam yang saleh"), pandangan religius mereka dikenal sebagai salafi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement