REPUBLIKA.CO.ID,COLOGNE -- Komunitas Muslim Turki-Jerman khawatir terhadap meningkatnya kejahatan rasial Islamofobia. Hal ini disampaikan Kemal Ergun, presiden asosiasi Turki-Muslim IGMG, yang menyebutkan bahwa kini semakin banyak masjid yang menjadi sasaran ancaman, vandalisme, atau pembakaran dalam beberapa bulan terakhir.
Puluhan masjid pun menerima banyak ancaman bom oleh neo-Nazi atau kelompok ekstremis lainnya. Ini memicu kekhawatiran anggota komunitas. "Sedikitnya, 122 masjid menjadi sasaran serangan semacam itu tahun lalu. Kami meminta aparat kepolisian untuk melakukan investigasi yang lebih efektif dan menangkap para pelaku penyerangan tersebut," katanya, dilansir di Anadolu Agency, Selasa (5/1).
Ergun yang memimpin salah satu organisasi Muslim Turki terbesar di negara itu mengatakan, Muslim mengalami lebih banyak permusuhan dan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari mereka karena meningkatnya prasangka anti-Muslim.
Dia juga mengatakan, wanita Muslim khususnya yang memakai jilbab sering dilecehkan secara verbal di jalan dan insiden penyerangan fisik dilaporkan juga meningkat. Menurut angka resmi, polisi mencatat 632 kejahatan Islamofobia di Jerman dari Januari hingga November 2020.
Hal itu termasuk penghinaan, surat ancaman, gangguan praktik keagamaan, serangan fisik, dan kerusakan properti. Angka sebenarnya diyakini lebih tinggi karena banyak korban tidak mengajukan pengaduan pidana ke polisi, sebagian besar karena ketidakpercayaan mereka pada penegak hukum.
Durmus Yildirim, ketua ATIB, salah satu organisasi kebudayaan Muslim-Turki terbesar di Jerman, mengkritik politisi populis sayap kanan karena menghasut kebencian dan diskriminasi terhadap imigran dan Muslim.
"Kami ingin mengakhiri retorika rasis dan populis ini, upaya harus dilakukan untuk hidup berdampingan secara damai," imbuhnya yang juga menyerukan sikap yang lebih kuat terhadap kebencian anti-Muslim dan anti-Turki.
Yildirim mengatakan, komunitas Turki yang berpenduduk tiga juta orang di negara itu tidak akan menyerah pada ancaman oleh kelompok dan partai sayap kanan. "Kami bagian dari Eropa, kami hidup bersama di sini. Generasi ketiga, keempat kami lahir dan besar di Jerman, itu juga menjadi tanah air kami," ucapnya.
Sebagai negara berpenduduk lebih dari 80 juta orang, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Di antara hampir 4,7 juta Muslim di negara itu, tiga juta berasal dari Turki.
Negara ini telah menyaksikan meningkatnya rasisme dan Islamofobia dalam beberapa tahun terakhir, yang dipicu oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan partai oposisi sayap kanan AfD, yang telah berusaha untuk menimbulkan ketakutan terhadap Muslim dan imigran untuk memenangkan lebih banyak suara.