Dosen Sosiologi UGM, Muhammad Najib Azca menyebut bahwa gerakan moderasi keagamaan menemukan urgensinya ketika menguatnya trend dualisme ekstremitas di panggung politik, yaitu ekstremisme keagamaan dan ekstremisme kebangsaan.
“Kekuatan moderasi Islam di Indonesia memiliki dua pilar kokoh yaitu Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama. Meskipun dua pilar utama kekuatan civil Islam ini telah membuktikan kehandalannya dalam mengawal transisi menuju demokrasi di Indonesia, namun terdapat sejumlah trauma dalam relasi antara keduanya, baik di awal revolusi maupun di awal reformasi,” ulasnya.
Sementara itu, kata Najib Azca, kegagalan perjuangan Islam secara elektoral telah memunculkan gerakan massa yang mengusung populisme Islam yang menjadikan identitas dan sentimen keagamaan sebagai basis mobilisasi politik.
“Karena itulah, maka perlu dilakukan reformulasi agenda kreatif gerakan moderasi keagamaan Islam yang bercorak visioner dan sadar geopolitik serta melampaui sekat-sekat politik identitas,” tuturnya. (ribas)