REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Duta Besar RI di Beirut Hajriyanto Y. Thohari
Sejarah mencatat Lebanon sebagai bagian dari negeri Syam (Biladu Syam), di mana Nabi Muhammad saw pada usia 12 tahun diajak pamannya, Abu Thalib, berdagang ke sana. Sejarah Islam juga mencatat bahwa dalam usia 24 tahun beliau pergi lagi berdagang ke Syam untuk yang kedua kalinya.
Pada kali yang kedua ini beliau membawa barang-barang dagangan kepunyaan pedagang terkemuka perempuan janda dari kalangan aristokrat Makkah yang bernama Siti Khadijah ra. Tidak ada catatan berapa kali Muhammad saw sempat berdagang ke Syam di antara dua kali kepergiannya ke Syam pada usia 12 dan 24 tahun itu. Besar kemungkinannya beliau melakukan perdagangan ke Syam berkali-kali, hanya saja tidak tercatat dalam sejarah.
Pada masa Umar bin Khattab (634-644) negeri Syam berhasil dibebaskan dari cengkeraman kekaisaran Byzantium melalui Perang Yarmuk di mana peristiwa historis itu dikenal dalam sejarah Islam sebagai pembebasan Syam (Fathu Syam). Setelah memasuki Yerusalem sebagai bagian wilayah Syam yang paling penting, Khalifah Umar menaklukkan dan membebaskan Sidon (Saida), Beirut and Byblos (Jubail), tiga kota terpenting di kawasan Lebanon sekarang.
Kesemua wilayah Syam ini akhirnya menjadi bagian integral dari kekhalifahan Islam. Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Syam malah menjadi pusat pemerintahan setelah Muawiyyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah (661-680) dan menjadikan Damaskus sebagai ibukotanya yang baru menggantikan Madinah Al-Munawaaroh.
Sejak saat pembebasan itulah Biladu Syam secara berangsung-angsur bukan hanya menjadi Islam atau terislamkan, melainkan juga terarabkan (Arabized). Singkat cerita, sebagaian besar penduduk Syam secara berangsur-angsur menganut agama Islam dan berbicara dalam bahasa Arab, dan akhirnya menjadi Arab (arab musta’ribah).