Jumat 25 Dec 2020 11:46 WIB
Teropong Republika 2020-2021

Antrean Haji yang Semakin Panjang

Pembatasan kuota akibat Covid-19 berdampak pada pemberangkatan jamaah haji.

Rep: Zahrotul Oktaviani, Ali Yusuf, Haura Hafizhah/ Red: Joko Sadewo
Jamaah antri melakukan tawaf di kala musim haji 2019.
Foto:

Kedua, karena dampak fatwa MUI tentang dibolehkannya membayar setoran haji dengan cara mengutang. Untuk diketahui, pada 2019 saja sebelum masa pandemi, rata-rata antrian haji nasional seluruh Indonesia adalah 20 tahun. Sementara untuk yang terlama ada di Sulawesi Selatan yang mencapai 39 tahun dan terendah di Sulawesi Utara yang mencapai 15 tahun.

Terkait fatwa MUI itu, merupakan hasil fatwa yang dihasilkan oleh Munas MUI pada akhir November 2020 lalu. Salah satu fatwa yang dihasilkan pada Munas MUI pekan lalu adalah pembayaran setoran awal haji dengan utang dan pembiayaan. Juru Bicara Sidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan tertulisnya menjelaskan soal fatwa itu.

Menurutnya, ketentuan hukumnya yaitu pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil utang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat yaitu bukan utang ribawi dan orang yang berutang mempunyai kemampuan untuk melunasi utang, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup.

Pembayaran setoran awal haji dengan uang hasil pembiayaan dari lembaga keuangan, hukumnya boleh dengan syarat, menggunakan akad syariah, tidak dilakukan di Lembaga Keuangan Konvensional dan nasabah mampu untuk melunasi, antara lain dibuktikan dengan kepemilikan aset yang cukup.

"Pembayaran setoran awal haji dengan dana utang dan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan adalah haram," kata KH Asrorun Niam Saleh pekan lalu.

Sementara, Komisi VIII DPR/RI bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sedang membahas skema baru pembayaran haji. Skema ini meminjam konsep 'talangan' atau utang menggunakan pihak ketiga.

Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto, menyebut skema ini berbeda dengan skema yang dulu pernah digunakan, namun kemudian dihapuskan oleh Kementerian Agama.

"Dalam satu bulan terakhir, kami terus membahas tentang pendaftaran, ongkos maupun optimalisasi haji. Termasuk yang menjadi bahasan adalah persoalan menggunakan dana talangan," kata Yandri saat dihubungi Republika, Kamis (3/12).

Skema dana talangan ini disebut pernah digunakan sebelumnya, namun menyebabkan permasalahan. Hampir sebagian besar jamaah haji yang telah berangkat tidak bisa membayar biaya yang telah dikeluarkan dan menimbulkan tunggakan.

Yandri menyebut BPKH saat ini tengah merancang konsep yang sama namun dengan pengelolaan yang berbeda. BPKH memberi nama skema ini dengan sebutan Dana Perencanaan Keuangan Haji.

Dalam praktiknya, dana perencanaan ini dibiayai oleh pihak ketiga atau bank. Tingkat kemacetan untuk skema ini dinilai berbeda dengan syarat-syarat yang ada. Kemacetan yang ditimbulkan oleh skema ini disebut bisa lebih ditekan karena manajemen pengelolaannya beda dengan yang lalu.

"Berdasarkan paparan BPKH, dana pihak ketiga ini dititipkan dulu ke BPKH. Nantinya diberi batas waktu, kalau tidak salah kurun lima tahun, kalau calon jamaah tidak bisa membayar, maka uang itu akan dikembalikan ke asal oleh BPKH," lanjutnya.

Dengan skema ini, Yandri menyebut kerugian yang dialami pihak ketiga akibat kegagalan pembayaran ini bisa lebih dihindari. Jamaah juga tidak bisa berangkat sebelum biaya hajinya selesai dibayarkan semua.

Yandri menyebut dalam skema sebelumnya, banyak jamaah sudah berangkat ke Saudi namun masih meninggalkan utang. Setibanya dari menjalankan ibadah, baru diketahui jika jamaah tidak mampu untuk membayar.

 

Plt Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Oman Fathurahman Kemenag lebih dahulu akan mengkaji fatwa tersebut. Dia menuturkan fatwa dari MUI itu selain membolehkan mendaftar haji pada uang hutang, tetapi juga banyak syaratnya.

Namun sampai saat ini ketentuan Kemenag masih tetap melarang pendaftaran haji menggunakan dana talangan. Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi ketentuan tersebut.

Di antaranya adalah membayar haji dengan dana talangan menyebabkan semakin banyak orang yang mendaftar haji. Akibatnya antrean haji semakin panjang. Saat ini saja antrean haji sudah ada yang sampai 39 tahun. Itu artinya jika ada orang yang mendaftar haji di usia 50 tahun, maka bakal berangkat di umur 89 tahun. Tentu ada resiko kesehatan jika berhaji di usia tua.

Alasan lain Kemenag melarang pendaftaran haji dengan dana talangan adalah adanya risiko yang ditanggung jamaah itu sendiri. ’’Ada jamaah yang tidak bisa melunasi cicilannya, sehingga bermasalah dengan pemberi talangan,’’ kata Oman kemarin (1/12).

Kemenag menyebutkan bahwa syarat utama untuk berhaji adalah istitoah atau kemampuan. Syarat istitoah itu tidak hanya dari faktor kesehatan saja. Tetapi juga dari faktor ekonomi. Bagi masyarakat yang belum memiliki uang untuk daftar haji, sebaiknya menabung dahulu. Ketimbang menggunakan dana talangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement