REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Pihak berwenang Prancis telah menuntut dan menahan empat orang Pakistan yang dicurigai terkait dengan serangan di luar bekas kantor pekanan Charlie Hebdo. Menurut kantor kejaksaan kontra-terosisme nasiona, Iisiden tersebut melukai dua orang.
Seorang sumber menyebut keempat tersangka pria yang berusia 17 hingga 21 tahun telah melakukan kontak dengan penyerang. Mereka dicurigai mengetahui rencana penyerang dan menghasutnya untuk melakukan aksi tersebut.
Tiga dari mereka didakwa pada Jumat karena mengambil bagian dalam konspirasi teroris dan ditempatkan dalam penahanan pra-sidang. Sedangkan sisanya sudah didakwa pada Rabu. Dua orang ditangkap di Departemen Barat Daya Gironde, yang ketiga di kota Pelabuhan Utara Caen, dan yang terakhir di wilayah Paris.
"Mereka berbagi ideologinya dan salah satu dari mereka mengungkapkan kebenciannya terhadap Prancis beberapa hari sebelum aksi," kata salah satu sumber, dilansir English Al Arabiya, Ahad (20/12).
Berita tentang dakwaan itu muncul dua hari setelah pengadilan Paris menghukum 13 kaki tangan jihadis yang membantai staf Charlie Hebdo pada Januari 2015 lalu. Untuk menandai dimulainya persidangan pada awal September, majalah tersebut mencetak ulang kartun Nabi Muhammad dengan gaya provokatif.
Tiga pekan kemudian, seorang pria Pakistan melukai dua orang di luar bekas kantor pekanan itu dengan menusuk mereka menggunakan golok. Si penyerang, Zaheer Hassan Mahmoud (25) ditangkap setelah serangan September atas tuduhan teror dan tetap dalam tahanan.
Dia mengatakan kepada penyelidik, sebelum serangan itu dia telah menonton video dari Pakistan mengenai keputusan majalah satir untuk menerbitkan ulang kartun tersebut. Pada 16 Oktober, seorang pengungsi muda Chechnya memenggal kepala guru Samuel Paty yang telah menunjukkan beberapa karikatur Nabi kepada murid-muridnya.
Kurang dari dua pekan kemudian, tiga orang tewas ketika seorang pemuda Tunisia yang baru tiba di Eropa melakukan aksi penikaman di sebuah gereja di kota Nice.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron telah memperkenalkan undang-undang untuk menangani aktivitas Islam radikal di Prancis, sebuah undang-undang yang telah memicu kemarahan dan protes di beberapa negara Muslim. n Meiliza Laveda