Kamis 10 Dec 2020 19:47 WIB

Protes Kremasi, Muslim Sri Lanka Tolak Ambil Jenazah Kerabat

Sri Lanka menyebut mengubur jenazah Covid-19 mencemari air tanah.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Protes Kremasi, Muslim Sri Lanka Tolak Ambil Jenazah Kerabat. Masjid 49 Menara, Ikon Budaya Muslim di Sri Lanka
Foto: Daily News
Protes Kremasi, Muslim Sri Lanka Tolak Ambil Jenazah Kerabat. Masjid 49 Menara, Ikon Budaya Muslim di Sri Lanka

REPUBLIKA.CO.ID, BANGALORE -- Keluarga Muslim di Sri Lanka menolak mengumpulkan dan mengangkut jenazah kerabat mereka yang meninggal karena Covid-19. Mereka melakukannya sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang memberlakukan aturan kremasi bagi jenazah Covid-19 Muslim.

Seorang petugas kesehatan pemerintah di ibu kota Kolombo mengatakan dalam 10 hari terakhir, 19 jenazah dibiarkan dan tidak diklaim di kamar mayat Kolombo lantaran keluarga Muslim menuntut hak untuk menguburkan mereka sesuai dengan ritual Islam.

Baca Juga

Sebelumnya pada April lalu, pemerintah Sri Lanka mengeluarkan pemberitahuan yang mengamanatkan kremasi sebagai satu-satunya metode dalam penyelesaian semua kematian terkait Covid-19. Aturan baru itu lantas memicu kekhawatiran di kalangan Muslim di negara itu.

Muslim sendiri membentuk 10 persen dari 21 juta penduduk Sri Lanka. Dalam salah satu contoh ialah kematian ayah Mohamed yang berusia 70 tahun pada 29 November 2020 di rumah mereka di Kolombo ketika ia tengah tidur.

Mohamed yang merupakan pedagang pita berusia 28 tahun membawa tubuh ayahnya ke rumah sakit bersama ibunya. Tes terhadap ayahnya menunjukkan dia positif mengidap virus corona.

Namun, keluarga menolak membayar peti mati dan kremasi. Sehingga selama 10 hari terakhir, jenazah ayahnya itu tetap berada di kamar mayat.

Mohamed yang kini berada di pusat karantina yang dikelola tentara di kota timur Trincomalee mengungkapkan kesedihannya perihal ayahnya tersebut. Ia mengatakan, nama panggilan ayahnya di daerahnya adalah Poonai karena dia sangat lembut dalam berbicara, bekerja dengan tenang, dan menghindari konflik.

"Menyakitkan saya meninggalkan tubuh ayah saya seperti ini, tetapi apa yang dapat saya lakukan? Dalam Islam, kami percaya seseorang akan masuk neraka jika tidak dikuburkan dengan benar. Saya tidak bisa membayangkan tubuhnya terbakar," ujar Mohamed, dilansir di The Straits Times, Kamis (10/12).

Pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret lalu menyatakan, korban virus corona dapat dikuburkan atau dikremasi. Namun, kepala ahli epidemiologi pemerintah Sri Lanka, Sugath Samaraweera, mengatakan kepada media komite ahli memperingatkan mereka tentang tingginya permukaan air di pulau itu, dan penguburan dapat mencemari air tanah.

Akan tetapi, Muslim tidak tinggal diam. Setidaknya ada 12 petisi dari masyarakat sipil dan keluarga Muslim serta Katolik yang menentang aturan kremasi di Mahkamah Agung. Mereka menuntut bukti atas klaim tentang penguburan bisa mencemari air tanah.

Anggota keluarga yang terlibat mengatakan, mereka trauma oleh pemerintah yang menolak hak penguburan agama mereka. Pada 1 Desember 2020, pengadilan menolak semua petisi tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement