REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Undang-undang No 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengatur juga tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Melalui undang-undang ini, pemerintah menjamin kemudahan sertifikasi halal.
Sekretaris Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, M Lutfi Hamid mengatakan, aturan produk halal ini penting karena 85 persen penduduk di Indonesia adalah Muslim. Sertifikasi halal tidak menghilangkan substansi kehalalan.
Ia mengatakan, ada 22 pasal yang diubah dan 2 pasal tambahan dalam UU Cipta Kerja. Aturan ini tak menghilangkan MUI sebagai lembaga pemberi fatwa sertifikasi halal.
Di UU Cipta Kerja, kata dia, auditor harus menguasai aspek kesyariahan. Fatwa halal tetap ditetapkan oleh MUI. Namun peran masyarakat dan perguruan tinggi pun diberikan. Ini dilakukan, agar ekosistem halal bisa dibangun dengan menumbuhkan seluruh elemen bangsa.
"Kami ingin menumbuhkan peran serta masyarakat dan lembaga keagamaan. Mereka didorong untuk berperan," kata Lutfi dalam kegiatan serap aspirasi UU Cipta Kerja di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (7/12).
Lutfi mengatakan, melalui kebijakan tersebut, akan tumbuh lembaga pemeriksa kehalalan. Semua berbasis regulasi dengan penyederhanaan perizinan.
UMK, kata dia, selalu dianggap sebagai usaha yang tak bisa menjaga kehalalanya. Negara akan hadir melalui pembinaan dan memberikan garansi kehalalan produk.
Ia melanjutkan, auditor juga harus menjaga. Begitu juga, perguruan tinggi dengan keilmiahannya akan menjaga kehalalan produk sehingga UMK mampu bersaing dengan produk dari luar. Proses sertifikasinya pun akan di dorong tanpa.
Terkait perpanjangan sertifikat halal, menurut Lutfi, prosesnya akan dipermudah. Dulu, sertifikat halal berlaku dua tahun. Namun sekarang, kalau tak ada perubahan komposisi halal maka pengawas bisa langsung mengeluarkan sertifikatnya.
"Cukup inspeksi saja kalau tak ada perubahan bisa langsung terbit sertifikat halalnya. Ini berlaku empat tahun," kata Lutfi.