"Jadi, seperti biasa data resmi tidak akurat, jumlah sebenarnya lebih besar, banyak orang menyembunyikannya karena alasan sosial. Kami terkadang menghadapi tekanan dari kerabat dan otoritas suku yang mencegah kami melakukan pemeriksaan mayat untuk menyelidiki penyebab kematian. Ini terjadi karena dua alasan," kata dokter tersebut.
Ia menyebutkan, alasan pertama berasal dari alasan sosio-religius bahwa otopsi akan merusak tubuh. Selanjutnya alasan kedua ialah menutupi alasan sebenarnya di balik kematian tersebut. Karenanya, keluarga menolak mengungkapkannya karena masalah sosial dan agama.
Al-Bayati sependapat dengan dokter tersebut bahwa statistik resmi bunuh diri seringkali jauh lebih rendah daripada angka sebenarnya. Ia mengatakan, angka yang dikeluarkan Dewan Yudisial terkait angka bunuh diri selalu lebih rendah dari yang diumumkan swasta atau LSM lain.
"Memang benar penyelidikan dilakukan dengan kasus bunuh diri, tetapi kadang-kadang di daerah kesukuan mereka berusaha menyembunyikannya dan itu mempengaruhi kebenaran tentang bunuh diri atau upaya bunuh diri di komunitas semacam itu," ujarnya.
Terkadang keluarga menyembunyikan penyebab kematian dengan menggunakan penyebab kematian mendadak pada laporan resmi ketimbang karena bunuh diri. Namun, dalam kasus lain, kematian yang tercatat sebagai bunuh diri sebenarnya dapat disebut sebagai 'kejahatan kehormatan'.
Dalam hal ini, keluarga telah membunuh anak perempuan atau laki-laki mereka, tetapi mengatakan kepada pihak berwenang itu adalah bunuh diri untuk membebaskan para pelakunya dari hukuman. "Sejauh yang saya tahu, pemerintah Irak tidak mengalokasikan bagian apa pun dari anggaran keuangan untuk kesehatan mental," kata direktur Sarah Center for Psychological Treatment and Rehabilitation di Basra, Heba Al-Sufr.
Ia mengatakan, tidak ada hotline atau nomor darurat di rumah sakit yang dapat dihubungi jika terjadi percobaan bunuh diri. Sementara pada saat yang sama, banyak orang yang waspada atau khawatir terhadap psikolog yang berkunjung karena takut hal itu akan membawa stigma sosial pada keluarga mereka.
Al-Sufr menambahkan, sebagian besar warga Irak lebih suka menjauh dari pusat rehabilitasi psikologis, dan pergi mengunjungi penipu atau dukun klenik, yang menurut mereka akan memberi mereka perawatan. Karena itu, menurutnya, ada kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang kesehatan mental dan betapa pentingnya membantu kaum muda berpikir tentang bunuh diri.
"Kami bekerja keras dengan menawarkan sesi kesadaran di situs jejaring sosial dan memperkenalkan kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan dan keselamatan mental," tambah al-Sufr.