REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terlihat sekelompok jamaah dalam sebuah video mengumandangkan adzan dengan menganti pelafalan atau pengucapan hayya 'alas-shalah menjadi hayya 'alal-jihad. Dalam video viral itu juga nampak sejumlah orang membawa senjata tajam saat adzan dikumandangkan.
Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily, mengatakan mengubah adzan dengan tambahan “jihad” tentu merupakan perbuatan yang mengada-ada atau bid’ah. Karena pengucapan atau lafal adzan jelas kalimat-kalimatnya telah baku dan dicontohkan secara jelas sebagaimana ajaran Rasulullah SAW.
Namun, secara substansi ajakan untuk berjihad tentu harus dilihat konteksnya. Ajakan jihad dengan mengacungkan senjata, sebagaimana terlihat dalam video itu, jelas merupakan tindakan yang patut diduga sebagai ajakan untuk melakukan kekerasan atas nama agama. "Tindakan itu merupakan tindakan penghasutan dan provokasi," kata Ace saat dihubungi, Selas (1/12).
Oleh karena itu, Ace meminta pihak penegak hukum harus mengusut tuntas apa motif dibalik tindakan ajakan jihad dengan melakukan kekerasan membawa senjata tajam. Pihak kepolisian harus mengusutnya dengan tuntas tindakan tersebut. "Namun demikian, masyarakat jangan terprovokasi dengan tindakan tersebut," katanya.
Menurutnya, adzan dengan seruan jihad itu melanggar hukum positif karena mengajak melakukan tindakan kekerasan, adzan seruan jihad juga melanggar syariat Islam dan perlu diredam agar tidak terjadi konflik masyarakat.
"Selain tindakan itu telah keluar dari koridor ajaran Islam karena telah melakukan bidah dhalalah, juga bertentangan dengan semangat jihad yang dipahaminya secara salah kaprah," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa'adi, mengatakan seruan jihad dalam pengertian perang sangat tidak relevan disampaikan dalam situasi damai seperti di Indonesia saat ini.
"Jika seruan itu dimaksudkan memberi pesan berperang, jelas tidak relevan. Jihad dalam negara damai seperti Indonesia ini tidak bisa diartikan sebagai perang," kata Kiai Zainut.
Sehubungan itu, Wamenag mengajak pimpinan ormas Islam dan para ulama untuk bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual tanpa memahami konteks dari ayat Alquran atau hadits. Pemahaman agama yang hanya mendasarkan pada tekstual dapat melahirkan pemahaman agama yang sempit dan ekstrem.
Wamenag menilai, apa pun motifnya, video tersebut bisa berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi di masyarakat. "Di sinilah pentingnya pimpinan ormas Islam, ulama dan kiai memberikan pencerahan agar masyarakat memiliki pemahaman keagamaan yang komprehensif," ujarnya.
Kiai Zainut mengatakan, dalam menyikapi masalah tersebut hendaknya semua pihak dapat menahan diri dan melakukan pendekatan secara persuasif dan dialogis. Selain itu, menghindarkan diri dari tindakan kekerasan dan melawan hukum.