Selasa 01 Dec 2020 15:51 WIB

Kisah Hakim Hakim Bello, Imigiran Asal Libya Menuju Jerman

Hakim Bello termasuk ribuan imigran yang berusaha masuk ke Libya

Rep: Harun Husein/ Red: Nashih Nashrullah
Migran dan pengungsi dari beberapa negara Afrika berbeda terapung  di laut Mediterania menunggu dievakuasi, Jumat (10/1).
Foto:

Hakim Bello yang beretnis Nigeria ikut naik kapal setelah membayar sejumlah uang kepada para penyelundup manusia. Sebelumnya, sudah lima tahun dia berada di Libya dan men dapatkan kehidupan yang baik di negara kaya minyak itu. Tapi, kemudian Arab Spring mencuat dan menghajar Libya, menumbangkan Muammar Qadafi, dan menyisakan konflik berkepanjangan. 

Dan, orang-orang berkulit hitam seperti dia, sangat rentan menjadi korban perampokan di tengah konflik tersebut. Dia tak mungkin kembali ke Nigeria karena perbatasannya ditutup, maka dia pun memutuskan ke Eropa, dengan segala konsekuensinya.

Hakim naik kapal bersama para pengungsi dan imigran dari Suriah, Aljazair, Mesir, serta negara-negara lain di timur dan barat Afrika. Harga untuk berangkat ke Eropa tak tentu. Dia sendiri mengaku membayar sekitar 400 dinar. Kapal yang menjadi tumpangan ke Eropa umumnya adalah bekas kapal-kapal ikan komersial yang diambil alih para penyelundup manusia. 

Beberapa di antara kapal itu sudah sangat tua, namun kemudian diberi mesin baru oleh para kaptennya. "Kapten yang mengemudikan kapal itu bahkan belum tentu tahu di mana Italia. Bahkan, bisa jadi dia belum pernah menjadi kapten," tuturnya, ngeri.

Karena kapal yang ditumpangi Hakim tak didesain untuk perjalanan jauh, hadangan ombak besar, dan kapten yang tak jelas kemampuannya, akhirnya kapal itu ter ombang-ambing di tengah gelombang. "Saat itu, saya merasa sudah mati," katanya. 

Tapi, sebuah helikopter kemudian mene mukan mereka tengah terapung di lautan, dan tak lama kemudian sebuah kapal meng angkut mereka ke Lampedusa. Di sana mereka ditempatkan di sebuah tempat yang mirip penjara. Tapi, dari sanalah kemudian kehidupannya bermula.

"Saya kemudian dikirim ke sebuah kota kecil di utara Italia, dan beruntung mendapatkan pekerjaan sebagai penjahit tenda. Tapi, bayarannya sangat kecil, tidak cukup untuk hidup. Italia saat itu sedang dalam krisis, dan jutaan penduduk Italia justru pergi ke Eropa utara untuk mendapatkan pe ker ja an. Maka, saya pun berpikir untuk me lakukan hal yang sama (pergi ke Eropa utara)," tutur Hakim.

photo
Puluhan ribu imigran mencoba menyeberangi Laut Mediterania menuju Eropa. - (AP)

Hakim pergi ke Berlin. Di sana dia ditawari pekerjaan. Tapi, dia tidak mungkin melakoninya karena tidak punya dokumen resmi. Akhirnya dia kehabisan uang dan hidup di jalanan. Dia bergabung dengan kamp pengungsi yang berjuang untuk mendapatkan hak tinggal dan bekerja di Jerman. 

"Kamp ini adalah sebuah kamp politik, dan sangat memotivasi saya. Karena, bagaimana mungkin hidup saya di sini bisa lebih buruk dibanding di bawah diktator Muammar Qadafi? Saya percaya pada demokrasi, tapi tampaknya demokrasi di Eropa hanya untuk sebagian orang, dan tidak sebagian lainnya. Kami menyebut diri kami sebagai Kelompok Lampedusa di Berlin."

 

Hakim melanjutkan ceritanya, "Saya beruntung. Di Berlin, saya menemukan pacar dan sekarang kami memiliki seorang bayi laki-laki berusia tiga bulan. Ketika saya melihat ke wajah bayi itu, saya berpikir tentang bagaimana proses saya mencari kehidupan yang lebih baik, dan bahwa dia tidak seharusnya mengalami apa yang saya alami. Ketika berangkat dari Tripoli, saya benar-benar tidak tahu betapa berbahayanya perjalanan itu. Padahal, dalam hidupku, itu adalah pertama kalinya saya naik kapal. Faktanya, saya bahkan tidak bisa berenang."  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement