REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baitul Wakaf menggelar Aksi Wakaf Fest 2020 dengan tema “Berwakaf Harus Asyik” pada Kamis (26/11). Program ini merupakan even ketiga di tahun 2020.
Hadir sebagai narasumber Dr Ir Imam Teguh Saptono MM dari Badan Wakaf Indonesia (BWI); Helmy Yahya selaku Coach Bussiness dan Communication; dan Rama Wijaya, selaku direktur Baitul Wakaf.
Dalam sambutannya Rama Wijaya menuturkan pentingnya literasi wakaf untuk terus dilakukan meski kondisi pandemi dan dilaksanakan secara virtual. Hal itu agar kesadaran menunaikan wakaf meningkat dan program wakaf produktif mampu menopang program sosial lainnya.
“Pesantren Hidayatullah, berawal dari tanah wakaf di Balikpapan, kemudian mendirikan pesantren dan para santripun disebar keseluruh penjuru negeri. Maka hadirlah 580 pesantren, 310 sekolah, delapan perguruan tinggi dan yang lainnya. Saat ini wakaf produktif juga menjadi model yang dikembangkan, di antaranya melalui minimarket, wakaf sawah produktif, peternakan dan rumah sakit,” ujar Rama dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia menambahkan, wakaf produktif ini telah memberikan dampak di tengah pandemi seperti ini. “Terutama sektor primer dengan pemenuhan kebutuhan pangan di pesantren pesantren penghafal Quran,” ujarnya.
Sementara itu, Imam Teguh Saptono selaku wakil ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyampaikan kondisi pandemi telah membuat kondisi ekonomi semakin sulit. Terkait hal tersebut, kata dia, dalam Islam telah ada instrumen yang perlu menjadi sandaran.
“Angka kemiskinan naik ke 9,79 persen atau 1,63 juta ke angka 26,42 juta orang dan Islam sebagai agama yang syumul (sempurna) telah mengatur bagaimana menghadapi resesi ekonomi,” tuturnya.
Lebih lanjut Imam menyebutkan dalam kondisi seperti ini umat mestinya bersandar pada instrumen sosial yang sudah ada, mulai dari zakat, infak, sedekah dan wakaf.
“Masing masing instrumen memiliki mandat yang berbeda dan saling berkaitan. Mustahil zakat bisa hebat kalau wakaf tidak luas luar biasa dan infak sedekah tidak berkembang. Jika instrumen ini belum bisa menuntaskan persoalan, bisa jadi kita belum lengkap mengerjakan atau belum sempurna menjalankannya,” paparnya.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membangun literasi. Karena, tidak mungkin umat melakukan aksi jika tidak memiliki awareness dan pengetahuan mengenai wakaf yang akan mendorong menjadi interest dan aksi.
“Maka untuk memulai action (aksi) kita membutuhkan literasi. Ketika aksi dilakukan berulang ulang, maka akan menjadi habits (kebiasaan),” ujar Imam menambahkan.
Imam mengatakan pendekatan dalam menunaikan wakaf saat ini tidak lagi era musabaqah (perlombaan) tapi muawwanah, bersinergi dan berkolaborasi agar wakaf terutama dalam era digital.