Ahad 29 Nov 2020 06:07 WIB

Berwakaf Harus Asyik

Mustahil zakat bisa hebat kalau wakaf tidak luar biasa dan sedekah tidak berkembang.

Baitul Wakaf  menggelar Aksi Wakaf Fest yang ketiga tahun  2020  dengan tema Berwakaf Harus Asyik pada Kamis (26/11).
Foto: Dok Baitul Wakaf
Baitul Wakaf menggelar Aksi Wakaf Fest yang ketiga tahun 2020 dengan tema Berwakaf Harus Asyik pada Kamis (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Baitul Wakaf  menggelar Aksi Wakaf Fest 2020  dengan tema “Berwakaf Harus Asyik” pada Kamis (26/11). Program ini merupakan even ketiga di tahun 2020. 

Hadir sebagai narasumber Dr Ir  Imam Teguh Saptono  MM dari Badan Wakaf Indonesia (BWI);  Helmy Yahya selaku Coach Bussiness dan Communication;  dan Rama Wijaya, selaku direktur Baitul Wakaf. 

Dalam sambutannya Rama Wijaya menuturkan pentingnya literasi wakaf untuk terus dilakukan meski kondisi pandemi  dan dilaksanakan  secara virtual. Hal itu  agar kesadaran menunaikan wakaf meningkat dan program wakaf produktif mampu menopang program sosial lainnya.  

“Pesantren Hidayatullah, berawal dari tanah wakaf di Balikpapan, kemudian mendirikan pesantren dan para santripun disebar keseluruh penjuru negeri.  Maka hadirlah 580 pesantren,  310 sekolah, delapan  perguruan tinggi dan yang lainnya. Saat ini wakaf produktif juga menjadi model yang dikembangkan, di antaranya melalui minimarket, wakaf sawah produktif, peternakan dan rumah sakit,” ujar Rama dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Ia menambahkan, wakaf produktif ini telah memberikan dampak di tengah pandemi seperti ini.  “Terutama sektor primer dengan pemenuhan kebutuhan pangan di pesantren pesantren penghafal Quran,” ujarnya.

Sementara itu, Imam Teguh Saptono selaku wakil ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyampaikan  kondisi pandemi telah membuat kondisi ekonomi semakin sulit. Terkait hal tersebut, kata dia,  dalam Islam telah ada instrumen yang perlu menjadi sandaran. 

“Angka kemiskinan naik ke 9,79  persen  atau  1,63 juta  ke angka 26,42 juta orang dan Islam sebagai agama yang syumul (sempurna) telah mengatur bagaimana menghadapi resesi ekonomi,”  tuturnya.

Lebih lanjut Imam menyebutkan dalam kondisi seperti ini umat mestinya bersandar pada instrumen sosial yang sudah ada, mulai dari zakat, infak, sedekah dan wakaf. 

“Masing masing instrumen memiliki mandat yang berbeda dan saling berkaitan.  Mustahil zakat bisa hebat kalau wakaf tidak luas luar biasa dan infak sedekah tidak berkembang. Jika instrumen ini belum bisa menuntaskan persoalan, bisa jadi kita belum lengkap mengerjakan atau belum sempurna menjalankannya,” paparnya.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membangun literasi. Karena,  tidak mungkin umat melakukan aksi jika tidak memiliki awareness dan pengetahuan mengenai wakaf yang akan mendorong menjadi interest dan aksi. 

“Maka untuk memulai action (aksi)  kita membutuhkan literasi. Ketika aksi  dilakukan berulang ulang,  maka akan menjadi habits (kebiasaan),” ujar Imam menambahkan. 

Imam mengatakan pendekatan dalam menunaikan wakaf saat ini tidak lagi era musabaqah (perlombaan)  tapi muawwanah, bersinergi dan berkolaborasi agar wakaf terutama dalam era digital.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement