REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC -- Pelaku penyerangan Masjid Quebec pada 2017, Alexandre Bissonnette (30 tahun) dinyatakan memenuhi syarat mengajuka pembebasan bersyarat setelah 25 tahun penjara, 15 tahun lebih awal dari hukuman awal. Mahasiswa jurusan ilmu politik Kanada Universitas Laval yang berusia 27 tahun saat melakukan kejahatan itu dijatuhi enam dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan enam percobaan pembunuhan.
Dia mendapat hukuman seumur hidup dengan pembebasan bersyarat setelah 40 tahun penjara. "Keputusan ini bukan tentang kengerian tindakan Alexandre Bissonnette pada 29 Januari 2017 atau bahkan tentang dampak kejahatannya pada seluruh komunitas dan masyarakat secara umum," tulis tiga hakim dari Pengadilan Banding Quebec dalam putusan yang dikutip di The Province, Jumat (27/11).
"Ini, lebih tepatnya, pertama dan terutama, tentang konstitusionalitas ketentuan KUHP," ujarnya.
Ketentuan yang dimaksud adalah perubahan era Stephen Harper ke KUHP yang memungkinkan hakim memerintahkan periode berturut-turut tidak memenuhi syarat pembebasan bersyarat untuk pembunuhan tingkat pertama. Peristiwa tragis yang menewaskan enam orang dan melukai 19 orang itu terjadi saat jamaah Masjid Quebec sedang melaksanakan sholat subuh.
Mereka yang tewas diidentifikasi sebagai Mamadou Tanou Barry (42 tahun), Abdelkrim Hassane (41), Khaled Belkacemi (60), Aboubaker Thabti (44), Azzeddine Soufiane (57), dan Ibrahima Barry (39). Insiden tersebut merupakan salah satu serangan terparah terhadap warga muslim di negara Barat.
Saat kejadian, terdapat sekitar 50 orang berada di masjid. Semua korban yang tewas adalah mereka yang berdwikebangsaan Kanada, yakni satu orang dari Maroko, dua dari Aljazair, satu Tunisia, dan dua Guinea.
Menurut laporan media setempat, Bissonnette memiliki pandangan nasionalis Quebec dan anti-feminis yang belum lama ini menjadi pegikut laman Facebook Donald Trump. Ia juga menyatakan dukungan bagi politikus ekstremis sayap kanan Prancis Marine Le Pen.