Sabtu 21 Nov 2020 12:32 WIB

Kisah Mualaf: Aktivis Gereja yang Memilih Islam

Vanni memutuskan memeluk agama Islam pada 2008 saat ia berusia 29 tahun.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Mualaf: Aktivis Gereja yang Memilih Islam. Mualaf/Ilustrasi
Foto:

Tak hanya itu, Vanni pun meminjam buku dari rekan kerja Muslimnya berjudul Christ in Islam oleh Syekh Deedat dan Islam in Focus oleh Hammudah Abdalati. Dari sana, ia menemukan jawaban atas pertanyaan soal iman yang berputar-putar di benaknya selama ini. Dari sanalah ia kemudian mulai berpikir apakah akan memeluk Islam. 

Dia pun mulai memberanikan diri memberi tahu keluarganya tentang hal itu. Respons ibunya terkejut, bersedih, dan menangis. 

"Ibu saya sedih dan paman saya menangis dan berkata mereka takut saya masuk neraka. Tapi, saya hanya tersenyum padanya dan mencoba menjelaskan kepadanya tentang Islam. Saya juga berhenti melayani di gereja sejak saat itu," kata dia. 

Rintangannya menemukan Islam tak berhenti sampai di situ. Dia menyebut, ia dan sepupu pendetanya kerap berdebat tentang keyakinan baru yang ia yakini. Bahkan, banyak teman-temannya mencoba menghentikan dirinya karena keputusan tentang Islam yang mulai ia jalani. 

"Lalu, saya berkata kepada mereka: Jika ada di antara kalian yang dapat menjawab pertanyaan saya, kalian dapat menghentikan saya (memeluk Islam). Pertanyaan saya adalah tentang apakah Yesus mengaku sebagai Tuhan dan disembah?" ujarnya. 

Beberapa bulan kemudian dari peristiwa itu, salah seorang teman mantan pelayan altar gerejanya datang dari Arab Saudi. Dia pun mengobrol dan darinya ia mengetahui dia juga masuk Islam. Dari obrolan itu, dirinya pun sangat puas sebab semua pertanyaan saya terjawab. 

Akhirnya, ia pun membuat keputusan untuk memeluk Islam. Saat itu, ada seorang imam di kampung halamannya yang ia coba hubungi. Sayangnya, saat mencoba mencari dan menghubunginya untuk mengucapkan kalimat syahadat, ia tidak dapat menemukannya. Di kampung halamannya, hanya ada satu persen Muslim sehingga sulit menemukan pemuka agama Islam.

Bulan demi bulan berlalu, ia masih belum bisa menemukan seorang imam. Kemudian, sepupunya di Dubai menelepon dan ia pun pergi ke Dubai. Vanni mengucapkan syahadat di sana dengan seorang imam Filipina.

"Sekarang saya seorang Muslim dan satu-satunya dalam keluarga saya. Sangat menyedihkan jika saya meninggal, bahkan ibu atau anak-anak saya tidak dapat menyentuh mayat saya. Tapi, inilah keyakinan saya," katanya.

 

https://www.islamweb.net/en/article/145504/vanni-how-i-embraced-islam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement