REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Divisi Kelembagaan dan Advokasi Badan Wakaf Indonesia (BWI) Wirawan Adnan menyampaikan, banyak persoalan dan perbedaan pendapat tentang cara pengelolaan dan pengembangan wakaf. Namun tidak semua masalah dan perbedaan pendapat itu merupakan sengketa.
"Yang merupakan masalah belum tentu sengketa, demikian juga soal perbedaan pendapat, juga belum tentu perbedaan pendapat tumbuh menjadi sengketa," tutur dia kepada Republika.co.id, Kamis (12/11).
Wirawan menjelaskan, pengertian sengketa adalah eskalasi dari suatu perbedaan pendapat. Terjadi sengketa, jika dua pihak atau lebih berebut untuk kepentingan yang sama namun dengan tujuan dan konsep yang berbeda. Semua pihak tersebut menyatakan pihaknya yang benar dan pihak lain salah, dan salah satu pihak mengadu kepada pihak ketiga untuk memberi putusan mana yang benar atau yang lebih benar.
"Jika sengketa yang dimaksud adalah dalam pengertian seperti itu, maka jawaban saya, tidak betul sengketa berbanding lurus dengan potensi wakaf. Namun jika yang dimaksud adalah potensi masalah maka jawaban saya betul berbanding lurus dengan potensi wakaf," ujar dia.
Salah satu masalah yang signifikan, terang Wirawan, adalah masalah dokumentasi wakaf. Lebih khususnya masalah pendaftaran harta benda wakaf.
Semua pihak tahu wakaf itu wajib didaftarkan. Undang-Undang 41/2004 tentang Wakaf mewajibkan harta benda wakaf untuk didaftarkan. Namun, tidak banyak yang patuh terhadap kewajiban ini sehingga tidak mendapat pengakuan hukum sebagai harta benda wakaf.
Selain itu, pengembangan wakaf juga terkendala akibat ketentuan yang diatur di dalam UU Wakaf. Ketentuan tersebut mewajibkan pendaftaran harta benda wakaf pada dua instansi, yaitu di BWI dan di Kementerian Agama.
"Menurut saya kewajiban ini berlebihan. Birokrasi pendaftaran perlu disederhanakan, cukup pendaftarannnya pada BWI saja. Penyederhanaan birokrasi ini juga bisa mengurangi potensi masalah," ujarnya.
Wirawan mengatakan, selama masa kepengurusunnya, 2017-2020, terdapat kurang lebih 30 sengketa wakaf. Dari sengketa besar yang bernilai ratusan miliar hingga sengketa kecil yang bernilai jutaan rupiah. Potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto Indonesia.