REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL – Aksi sekelompok pemuda Muslim membersihkan gereja bersejarah di Mosul yang rusak akibat ulah ISIS mendapat respons positif umat Kristiani.
St Thomas Syriac Catholic Church dibangun pada pertengahan abad ke-19. Gereja ini dijarah dan dihancurkan setelah ISIS berkuasa pada 2014, memaksa orang Kristen, Yazidi, Sabian Mandaean, dan beberapa Muslim untuk melarikan diri ke Kurdistan Irak.
Gereja Saint Thomas ditinggalkan begitu saja dalam keadaan rusak dan diambang kehancuran. Meski telah berhasil disingkirkan pada 2017, selama pemerintahannya, ISIS sudah melakukan kekerasan dan teror, menghancurkan situs-situs ikonik Irak, seperti Masjid al-Nouri dan Gereja Our Lady of the Hour (Gereja Al-Saa'a)
Mosul dan dataran Niniwe seolah memulai kelahiran kembali melalui inisiatif yang mempertemukan umat Kristen dan Muslim, terutama kaum muda.
Kepala komunitas Kristen di Karamles, Pastor Paul Thabit Mekko, mengatakan, kisah kemarin tentang sekelompok relawan Sawaed al-Museliya merupakan salah satu dari sekian banyak.
Dia mencatat bahwa yang pertama adalah tanda semangat yang ada di sebagian besar penduduk. "(Muslim) bekerja untuk membersihkan, pembersihan, dan memulihkan gereja karena mereka pikir mereka akan membawa orang Kristen kembali ke wilayah tersebut," kata dia dilansir dari laman Asia News pada Jumat (6/11).
"Grupnya kecil, kebanyakan anak muda, dengan niat baik, mencoba melakukan inisiatif positif," lanjutnya.
Dia mengungkapkan, dalam beberapa hari, beberapa pemuda Muslim akan mengambil bagian dalam pemulihan Katedral Kasdim di Mosul. Menurutnya, perbuatan seperti itu merupakan bukti dari perubahan pola pikir dan membantu orang lain untuk bergabung dalam jalur dialog dan pertukaran.
Kontroversi yang baru-baru ini terjadi antara Prancis dan dunia Islam tidak berdampak serius di kota itu. Perselisihan itu mendapat gaung di media sosial, tetapi dalam praktiknya tidak ada yang memprotes, bentrok, atau turun ke jalan, tidak seperti sebelumnya.
Selama bertahun-tahun, pendeta Khaldea telah merawat ribuan keluarga yang melarikan diri pada musim panas 2014 menyusul kebangkitan ISIS. Dalam pandangannya, proses rekonstruksi ini dimulai tepat dengan kaum muda yang telah melakukan semakin banyak proyek dan inisiatif semenjak pembebasan Mosul.
Komitmen dan partisipasi bersama tetap ada bahkan pada saat pandemi virus korona baru dengan kelompok Kristen dan Muslim melakukan yang terbaik untuk menyiapkan tempat untuk isolasi dan karantina, membawa makanan, obat-obatan, dan barang-barang penting.
Salah satu inisiatif yang diselesaikan baru-baru ini yakni pusat budaya di Karamles. Ada proyek lain yang tengah dipelajari meskipun ada kekurangan dana.
"Pusat kebudayaan memiliki aula besar untuk pernikahan di lantai pertama, auditorium untuk drama dan inisiatif komunitas lainnya, sebuah bar," kata Pastor Paul.
Pembangunan kembali Mosul dan Dataran Niniwe secara penuh memang masih jauh. Akan tetapi, beberapa langkah telah diambil baru-baru ini, meskipun ada beberapa kesulitan yang ditemui.
Salah satu contohnya adalah kebangkitan lingkungan Mosul yang bersejarah, dekat Kota Tua. Di mana beberapa restoran tradisional dan pasar ikan besar telah dibuka kembali.